Monday, December 29, 2008

RENUNGAN AKHIR TAHUN

wah, berlagak menjadi adipati dalam kerajaan besr, pake judul renungan segala.

sebenarnya ya banyak yg direnungi di tahun yg akan lewat ini, langkah tentang hakekat jati diri yg tetap dipelihara di dalam hembusan angin kantor yg semakin tidak bershabat.

walau pada akhirnya menjadi tersingkir, tetapi msih tetap di jalur yang benar dalam meneriakkan kebenran dan kejujuran, yng mana pada akhirnya orang akan tahu, bhwa memperingati eh mengingtkan kepda orang lain akan jalan kebenaran itu teteap harus terus dilaksanakan walau kdang menemui duri landak, namun tetep jalan terus.

rizki itu sudah diatur sma ILAHI, jadi tidak usah binun takut repot, menyuarakan kebenaran, kejujuran, walau kadang kusadari bahwa aku sendiri tidaklah bersih2 amat, tetapi setidaknya awl kehancuran bagi suatu mas itu sudah dapat diprediksi apabila kecurangan sejak awal sudah diantisipasi dan tidak berbuat begono....

tahun 2009 berharap semuanya bisa berjalan sesuai harapan, karier...temans-2...rizki...dan juga cinta...(cie..iki opo tho yoooo???)

ya namanya berharap, berdo'a tentunya yg baik dan bagus dan nikmat......

ada beberapa tugas yg menyita pikiran, disamping run off dari aa pialang juga jdi ketuplak hut apsas...weleh...juga ada pekerjaan yg sisa sisa di tahun 2008 sip menjdi beban prioritas di tahun ..eh di awal 2009.

untuk run off ini, ada enaknya jadi boss di kantor, akhir tahun aku malah disibukkan membuat asumsi, kalau asumsi saja kelihatan gak ngejreng, AAP lg butuh tambahan dana 500 juta sesuai peraturn baru, ada yg mau nombokin tapi perorangan, ini bhaya juga, max kepemilikan hanya 40% supya kendali manajemen masih di asrinda begitu mauny dekom......cuma hari susah gini mana ada tambahan modal eh yg mau nambah modal bagi pemegang saham BUMN, bukankah lagi seret cash flow...???

semoga saja tahun kerbau....eh aku shio kerbau...bis cerah...asl ga cerangapan.....

SELAMAT TAHUN BARU HIJRIYAH DAN MASEHI....SEMOGA SUKSES SELALU....

Wakil rakyat wakil syahwat, Negara memisahkan mereka

Buku kumpulan puisi setebal 167 halaman yang terdiri dari 30 puisi dari A Slamet Widodo (A kepanjangan dari Aloysius), cukup mewah dari deretan buku puisi yang biasa saya koleksi. Judul cukup mengundang SELINGKUH dengan gambar grafis kuping lelaki di jewer ini, mengingatkan berita-berita infotainment tentang perselingkuhan yang marak.

Saya sepakat dengan cukilan komentar Triyanto Triwikromo, bahwa puisi Slamet terlihat spontan, segar dan tak bertanggung jawab pada estetika, juga sastra bagi Slamet lebih menjadi media pencerahan melalui canda yang sarat makna bukan karya sakral demikian cukilan dari Nugroho Suksmanto.

Hiburan parodi getir membalut setiap puisinya. Kehidupan sehari hari disekelilingnya menjadi hidup tergambar dengan sentilan canda dan cegek (bahasa Surabaya = kecewa) yang kadang merupakan protet diri kita sendiri.

Dia memasuki tema puisi yang jarang digeluti penyair-penyair lainnya, yang lebih mengutamakan estetika, menampilkan metaforik, mungkin dia cukup lelah dengan pekerjaan sehari-hari yang penuh estetika dan metaforik sebagai pengusaha, maka dia menyelami tema yang bertolak belakang dan menyoroti kehidupan nyata disekelilingnya.

Walau membuat puisi dengan canda, tetapi dari puisi itu ternyata ada terselip kritikan, ajakan dan ada pesan yang dia kirim untuk pembacanya. Kata-kata sederhana, sentilan bikin ketawa dan kadang juga cibiran terasa.

Saya kutipkan sebagian sentilan soal Selingkuh, sajak pada halaman pertama buku tersebut,

selingkuh itu
pengkhianatan perkawinan
karena sering saling “ahh ahh uhh uhh”
maka disebut selingkuh
ada pula yang bilang selingkuh itu
“selingan indah keluarga utuh”
tapi kalau nasib sial menjadi
“selingan indah keluarga runtuh”

Dalam sajaknya yang berjudul Pornogafi dan pornoaksi banyak kata-kata sindiran buat diri sendiri dan kita semua, bahkan juga mengingatkan . Saya kutipkan sebagian,
………………………………………
Di zaman global
siapa bisa mengawasi anak-anak nonton blue film
pencet computer seisi dunia ada di sana
sementara kita orang tua sebagai panutan
suka memutar blue film sendiri di kamar
…………………………………….
Setiap sajaknya terdiri banyak bait, ada yang kadang sampai 25 bait, seperti bercerita, tetapi karena ditulis dengan gaya canda sentilan, pembaca tidak merasa berat atau bosan. Hal ini beda dengan puisi penyair-penyair serius dan berat. Dan yang membuat saya merasa terhibur , puisi Slamet kaya tema.

Tema kehidupan sekitar yang tak akan habis tergali , saya merasakan penyair sekarang banyak miskin tema. Berkutat pada diri sendiri, alam dan tubuh serta cinta melankolis yang diramu dengan kata itu-itu saja. Padahal ada banyak rangkaian kata bisa kita susun dirajutan hidup keseharian kita ini. Slamet berhasil memotret sisi lain dan meramu menjadi berbagai tema di kumpulan puisinya ini.

Pada sajak berjudul LAPINDO, seperti mengingatkan kita akan bencana lumpur itu akibat kelalaian manusia juga
Lumpur panas itu
muncrat dari perut bumi
setelah beribu tahun menyembunyikan diri
sebuah kelalaian manusia
menghantarnya ke permukaan bumi
lumpur panas itu marah
lantaran daerah kekuasaanya dijamah
…………………………………………………………………
(diakhir puisi, penyair inipun masih sempat menyisikan senyum getir pada pembacanya),
…………………………………………………………….
Sidoarjo jadi Sidoancur
kuala lumpur pindah ke jawa timur
menjadi kuali lumpur menjadi kuala kubur
tak masuk ke akal kita…!

Memang tidak masuk akal, gara-gara lumpur ini, setiap saya mau pulang mudik ke Jawa Timur harus jeli mengukur waktu. Sejak tragedi Lapindo, betapa sengsara perjalanan ini, dari Surabaya perjalanan darat ke Jember harus dilakukan pada malam hari kalau tidak akan terjebak macet luar biasa panjang dan lama, karena tidak berfungsinya sebagian jalur tol Surabaya – Gempol akibat terpotong genangan lumpur.

Pada sajak Bencana itu bernama banjir, saya kutipkan penggalan bait di tengah, membuat saya tertawa,
………………………………………….
Ada yang tinggal di real estate berkata
“dulu developer bilang dijamin tidak banjir
sekarang bilang banjir tidak dijamin”
dulu hanya orang tertentu punya kolam renang
sekarang semua orang punya kolam renang
mau meninggalkan rumah takut dijarah
tidak meninggalkan rumah kelaparan menjajah
developer di kelapa gading
terpaksa iklan apartemen dengan bonus perahu karet

Judul-judul puisinya sederhana, dari judul bisa langsung dapat diketahui tema dan isi puisi itu. Seperti puisi berikut ini, yang saya buat judul dari resensi ini. Tema dan isinya menngingatkan kita semua akan dagelan wakil rakyat yang ketahuan selingkuh dengan penyanyi dangdut dan adegan syurnya tersebar dimana-mana yang diambil dari hpnya. Kalau mengingat itu, hati saja menangis sedih, bagaimana tidak sedih wakil rakyat yang seharusnya bermoral tinggi dan bisa menjadi contoh menyebar aroma lendir dengan wanita lain dan itu gambar berhari-hari menghiasi layar kaca, saya sendiri sampai muak, karena ada dua kurcaci saya yang juga kadang nonton berita.

Wakil rakyat wakil syahwat

Ada wakil rakyat kita
orangnya baik dan alim
maka ditunjuk jadi ketua bidang kerohanian
bahkan diprediksi jadi menteri agama
………………………………………….
Seorang penyanyi dangdut
menari midat-midut
membuat ia kepincut
terpesona tak bisa beringsut
……………………………………………..
karena pingin ada memori percintaan
sebagai bagian penting kehidupan
karena godaan setan
peristiwa ajub-ajuban pun divideokan
seperti peristiwa pesta pernikahan
sebuah video porno
mengantar keluarganya jadi nelongso

Sajak sajak Slamet tidak hanya mengambil tema disini, bahkan teropong itu jauh juga menjelajah. Pada sajak yang berjudul SADDAM, mengingatkan seorang presiden Irak yang sebagian rakyatnya mengangkat sebagai pahlawan sekaligus juga pecundang. Salah satu presiden di dunia yang berani melawan hegemoni Amerika Serikat. Saya kutipkan bait akhir dari sajak ini , silahkan pembaca mengisi jawaban dari pertanyaan di akhir baris puisi ini,
………………………………………………………..
Begitulah hukum alam
yang kuat menerkam yang tak berdaya
bush menerkam saddam
orang yang dulu maha kuasa
sekarang tak berdaya
lalu bush diterkam siapa?
ketika saddam berkuasa
selama 30 tahun
200.000 orang mati jadi korbannya
ketika saddam turun tahta kerna amerika
selama 3 tahun 650.000 orang mati
korban perang saudara
lalu yang lebih baik bush atau saddam?

Kalau saya jawabannya sama dengan wartawan Irak yang melempar sepatu kala Bush pidato di Bahdag beberapa waktu lalu, yang menggegerkan dunia dan dalam sekejap membuat otak pembuat game terpacu adrenalinnya.

Disamping sajak diatas, Slamet juga membuat sajak berjudul Guantanamo dan Intifada. Sajak-sajak lain tentang profesipun disinggungnya dalam berpuisi. Dokter, Nelayan, Pengacara, Hakim juga Preman tak luput dari peneropongan Slamet dalam menggali tema untuk isi puisinya.

Lihatlah, sindiran atas profesi Dokter, yang oleh banyak kalangan disorot melakukan malapraktek tetapi selalu lolos dari jeratan hukum. Saya kutipkan sebagian,
……………………………………………..
Dokter
di republik ini
tak kalah pintar dari dokter luar negeri
karena merasa pintar
semua dikerjakan sendiri
tak mau berbagi dengan dokter lain yang ahli
pasien yang mustinya sembuh malah mati

Celakanya rasa bersalah tak ada di hati
yang disalahkan
laboratorium, suster, atau pasien itu sendiri
keluarga korban tak tahu hal ini
keluarganya terbunuh mati
malah mengucapkan terima kasih atas malapraktek ini

Saya jadi teringat almarhumah istri boss yang meninggal 3 tahun silam setelah menjalani operasi pembuluh di jantungnya, kabarnya pada waktu itu tensi beliau sedang tinggi, tetapi dokter tetap melakukan operasi, hanya dalam hitungan jam setelah operasi besoknya meninggal dunia, setelah sebelumnya beberapa hari dirawat. Biaya operasi menghabiskan 150 juta rupiah. Kalau memang kematian sebuah takdir, seharusnya tanpa operasipun almarhumah pasti akan meninggal, tak perlu bersedekah pada dokter dan rumah sakit. Kalau kemudian meninggalkan teka-teki adanya dugaan malapraktek, keluarga menerimanya sebagai sebuah takdir, ironis.

Judul puisi lainnya Sakauw, Merokok, dan juga Viagra tak luput disemainya menjadi kumpulan kata yang menghibur juga memberikan peringatan pada pembacanya.

Merokok
………………………………………
Perokok pembayar setia pajak
seharusnya ia jadi pahlawan
triliunan rupiah disetorkan
tapi perokok jadi hujatan
Bila merokok dilarang istri
bisa bikin suami maki-maki
bila merokok dilarang Negara
pabrik rokok gulung tikar semua
urusan rokok memang dilema
…………………………………………….
Merokok itu
membeli racun
membakar uang
menyantap asap
memperkaya orang
menuai penyakit
membuat ketagihan
bila mau coba silahkan

Dua kurcaciku pastinya tetap saya larang merokok, disamping belum punya uang sendiri, rasanya dalam pikiran saya tetap tidak menyehatkan untuk dompet dan kesehatan tubuh. Saya tetap tidak suka asap rokok, karena rokok bila tidak dihisap tenang saja berbaring di kotaknya, dia indah dipandang, tetapi kalau sudah dipakai dan mengeluarkan kepulan putih itu, maka kontan saya membencinya dan ingin meringkus dan membunuhnya.

Ternyata puisi bisa menari dalam imajinasi pembacanya. Ya, tafsiran isi puisi memang bisa menjadi racun bila penyairnya mampu meracuni pembacanya. Racun kebaikan tentunya yang selalu diharapkan juga peringatan keburukan dari pesan yang ingin disampaikan penyair pada pembacanya. Karena dimata saya penyair juga bisa bertindak seperti rasul layaknya dalam menyampaikan pesan Ilahi lewat rangkaian kata-kata yang disusunnya.

Pembacaan saya sudahi dengan hentakan lagu Goyang Duyu dari Project Pop menggema riang, seriang sajak-sajak Slamet namun meninggalkan bekas yang arif untuk diingat dan dicerna.

Bogor, 21 Desember malam hari ibu, dalam cuaca mendung.

NATAL 1989, ANDUNG-ANDUNG PETUALANG IBU SEORANG PENYAIR

Kali ini kumpulan puisi yang berjudul otobiografi ([sic] November 2007) dari penyair Saut Situmorang yang berisi puisi-puisi yang diramunya dalam kurun waktu 1987-2007, dengan tebal halaman 282 dan total jumlah puisi sebanyak 184 buah, saya jelajahi dalam penerawangan mata hati seorang awam.
Memasuki alam pikiran seorang Saut, bagi yang belum mengenal secara luas bagaimana dia memposisikan diri dalam kancah sastra kontemporer Indonesia, yang selalu berani dan konsisten di jalur perlawanan terhadap hegemoni kelompok tertentu yang selama ini berusaha untuk mendominasi sastra Indonesia, tentunya akan sangat berbeda penilaiannya dengan yang sudah mengenal tulisan-tulisan dan ucapan yang cukup membuat kuping pembaca atau mata lawannnya menadi meradang.
Saut dalam puisi-pusinya justru terkandung nilai-nilai manusiawi pada umumnya seorang bersikap. Kelembutan pada puisi, juga humor bernada getir dan kadang kenakalan dalam romantisme dan pemberontakan pada situasi sekelilingnya lebih dirasakan daripada seorang Saut yang penyerang dan bersuara keras.
Dalam pengantar buku tersebut yang dia tulis sendiri bahwa ciri para penyair di dunia puisi kontemporer Indonesia periode 1990an memilih kesederhanaan bahasa sehari-hari, kesederhanaan bahasa leksikal-gramatikal sehari-hari yang lugas tidak rumit, dengan tidak mengorbankan musikalitas dan visualitas bahasa, untuk mengungkapkan realitas puitis. Bahkan dia tambahkan juga sebuah motif dominan lain pada puisi para penyair 1990an adalah Politik. Hal ini berkaitan dengan dibaginya kumpulan dalam buku tersebut dalam 3 babak yaitu Cinta, Politik dan Rantau.
Dalam penjelajahan pertama yaitu CINTA dari 3 babak imajinasi seorang Saut, dengan diiringi petikan gitar Bahalawan menari, sajak dengan judul “tidurlah cicak”, “sajak cicak”, “boraspati”, “tenunlah bendera o laba laba” dan “cicak mabuk”, sudah membuat diriku seperti melihat seseorang membuat pot keramik. Dimulai dari sebongkah tanah liat yang kemudian ditaruhnya dalam lempengan kayu pada mesin pemutar membentuk pot keramik sesuai yang diinginkan. Berputarnya mesin dan bongkahan tanah liat yang semakin besar membentuk pot ini yang tergambar dalam imajinasi saya membaca puisi-puisi tersebut.
Betapa makna yang tersirat dari kata “cicak” akan terasa semakin dalam seperti kumparan yang berputar semakin cepat dan berakhir dengan klimaks setelah selesai membaca keempat syair tersebut.
Saya kutipkan pada sajak pertama di akhir bait tertulis

cicak cicak di dinding dinding
tidurlah
tidur

kemudian pada syair ke dua,

hormatilah cicak cicak di dinding rumahmu

yang ke tiga ,

kata kata terbakar lilinlah makananMu!

Yang ke empat ,

lalu berpawailah di sekeliling langit langit kamar!

Terakhir ,

cicak mabuk di dinding
bayangannya menari sempoyongan di lilin kamar
mengikuti gitar Lightning Hopkins
dan hei, bukankah itu Li Po yang baru datang!

Penggambaran seperti kehidupan ini, mengikuti siklus yang dipelajari dalam mata rantai makanan pelajaran biologi, yang kemudian dihubungkan dengan watak manusia lewat pengertian bahwa di atas langit masih ada langit begitu seterusnya, kegetiran dan kegembiraan datang silih berganti walau tidak seperti yang diharapkan bahkan kadang memabukkan sejenak, menjadi orang lain dalam diri sendiri.
Kelembutan penyair ini kutemukan dalam beberapa puisi bahkan kadang tergores muram dan getir. Pada puisi yang dia buat setelah kawannya dari Kanada meninggal dunia dengan bunuh diri menggantung di kamar mandi di Medan. Syair itu berjudul “untuk Bill Russon, Medan, Oktober 1988”. Suara Daniel Powter menyanyikan Bad Day lamat-lamat menemani saya menyelaminya,

kematian
seperti ular juga mengganti kulitnya
dia jadi malam di kotamu yang gelap
dengan rakus dia makan bulan & bintang bintang yang
menyerah tak berdaya
dia makan juga lampu lampu neon di hotel hotel
jalan-jalan utama kota & lilin lilin redup gubuk gubuk perbatasan
dia jadi burung malam yang menjerit jerit di langit di atas
rumahmu
jadi derak pintu & jendela yang tak terkunci rapat

Kelembutan dan kegetiran juga tergores dalam puisinya yang berjudul ”Natal 1989”. Saya katakan sejujurnya puisi ini sangat kuat menggambarkan kerinduhan seorang anak terhadap ibunya yang sudah lama meninggal, hati penyair ini akan sama dirasakan oleh jutaan anak-anak di dunia terhadap kehilangan ibu pusatnya gudang rasa kasih dan maaf yang tak tergantikan, walau kita ini sekeras batu hati ini terbuat, namun IBU tetap bisa meluluh lantakkan rasa itu. Itulah alasan saya mengapa kemudian judul puisi ini saya ambil menjadi judul esai dalam memandang kumpulan puisi Saut Situmorang ini. Kali ini Michael Buble menemani dengan Home-nya, suara jengkrik di pot bunga terdengar nyaring.

Natal 1989

hari ini
genap lima tahun
aku tak merayakan natal bersamamu

di sudut ruang tamu
yang biasanya berdiri pohon natal
sekarang cuma ada sarang laba laba
dan debu –
pohon natal itu juga pergi bersamamu

di gereja ada pohon natal besar
orang orang gembira dan lilin di tangan mereka terbakar
hari ini mereka merayakan pesta –
bagiku genap lima tahun kita berpisah

seorang ibu melemparkan kembang api ke langit
dan anaknya bersorak sorak mandi hujan cahaya
aku bersihkan sarang laba laba dan debu
dari sudut ruang tamu tempatmu dibaringkan lima tahun yang lalu

Membaca bait terakhir kepedihan itu terasa tergores dalam, saya membayangkan adakah setetes air mata di sudut mata penyair ini ketika menyudahinya? Adakah dia masih merindukan “mamak” pada setiap natal yang setia hadir? Saya rasa pasti itu, apalagi bila sejenak dalam diri ini merasakan tak punya siapa siapa, sendiri dalam hidup ini, lainnya dianggap debu. Sayup-sayup suara lonceng gereja menggema, dalam lamunan seperti ada gemerincing jejak Sinterklas menapaki awan .
Disamping itu masih ada tiga puisinya yang menggambarkan akan jalinan antara dia dan almarhum ibunya, dalam puisi yang berjudul “andung andung petualang”, saya kutip sebagian, karena puisi ini cukup panjang dalam 19 bait,

“kalau kau pergi , anakku
siapa lagi kan menghibur hati ibu?”

matahari panas
angin berhembus panas
bus tua meninggalkan kota
aspal jalanan melarikannya selamanya

“kalau kau pergi, anakku
siapa lagi kan menghibur hati ibu?”

kota berganti kampung
sawah berganti gunung
anak lelaki dekat jendela
lagu petualang jadi hidup di darahnya

“kalau kau pergi, anakku
siapa lagi kan menghibur hati ibu?”

kampung menjelma kota
gunung gunung kembali rumah rumah
begitulah berhari bermalam
makin jauh anak dalam perjalanan tenggelam

“kalau kau pergi, anakku
siapa lagi kan menghibur hati ibu?”

menyeberang laut menyeberang pulau
beribu gunung kota terlampaui
di negeri seberang di negeri baru
anak melangkah masuk hidup perantau

…………………………………………………………………

Keseluruhan 19 bait itu terangkai begitu indahnya, menceritakan awal dia berangkat merantau dengan dihantar hati ibu yang galau, gambaran yang terasa pilu memendam rindu dendam pada keadaan yang memisahkan penyair dan ibunya sampai kematian kemudian tiba.
Ada catatan kaki di bawah sajak ini, memberikan sekilas gambaran tentang ”andung-andung” yang merupakan nyanyian ratapan kematian di kalangan orang Batak Toba, isinya berupa kisah hidup yang meninggal dan dinyanyikan dalam bentuk performance tunggal di hadapan jasadnya. Ternyata penyair Batak ini tetap tidak meninggalkan aroma tradisinya dalam penciptaan syair-syairnya. Bagi saya ini suatu kelangkaan, banyak penyair kontemporer Indonesia masa kini, kadang terlarut dalam hiruk pikuk kata, jarang mengangkat tema tradisi mereka sendiri dalam memperkaya khasanah penciptaan puisinya, sehingga akan melestarikan tradisi itu sendiri, namun juga akan menambah wawasan pembacanya akan berbagai ragam tradisi yang melatar-belakangi kehidupan penyair itu sendiri. Imajinasi luas tak terbatas, begitu juga ada sejuta kata yang tak sama dapat diambil dari sekeliling kita sehari hari, seharusnya tak ada kata-kata yang itu itu saja muncul di syair-syair penyair sekarang ini juga temanya, karena tradisi memperkaya tema dan kata.
Pada puisi yang berjudul “ibu seorang penyair”, menggambarkan awal ibu melahirkan sampai kemudian meninggal dunia ditorehkan dengan kesederhanaaan kata, namun tutur bahasa pengulangan yang begitu pilu, menambah goresan kelembutan hati penyair ini terpampang jelas.

ibu yang menangis
menunggu kelahirannya

ibu yang menangis
kesakitan melahirkannya

……………………………………..

ibu yang menangis itu
tak menangis lagi
airmatanya sudah habis

sekarang Dia tidur
di antara rumputan di antara bintang bintang
di langit

Kemudian klimaksnya adalah puisi yang berjudul “hanya airmata dan terik matahari yang mengerti”

rumput rumput sudah mulai panjang
dan seperti rambut kusut
merambati permukaan gundukan tanah
yang tak lagi berwarna merah
waktu aku datang mengunjungimu

pertemuan kita ini
punya arti
hanya airmata dan terik matahari
yang mengerti
…………………………………………………………
ada yang bilang tak boleh noleh ke belakang’kalau kaki sudah beranjak mau pulang
tapi dari jauh
kulihat salib kayumu
tegak penuh
seperti dirimu waktu melepasku
di pelabuhan dulu

Dalam sisi yang lain kematian binatang peliaraannya berupa kucing, mampu juga membuat penyair ini menggoreskan kata-kata mengenangnya dalam rangkaian yang indah dan menyentuh. Dalam smsnya pada saya beberapa waktu lalu, dia ceritakan bahwa kucing itu dibawa dari Medan kemudian sempat ke Eropa mengalami masa karantina 3 bulan sampai kemudian selamat di Selandia Baru. Eh, sampai di sana mati dipukul orang. Saya sempat mengira ini seekor anjing, maklum di otakku tercemar Batak kan suka anjing, tak tahu kalau ini kucing.
Lentingan suara Mariah Carey mendendangkan We belong together berbarengan dengan suara kucing tetangga mengeong sejenak, seakan kucing itu menerima tanda saya sedang membaca sajak tentang kematian kucing.

elegi claudie

di atas tanah
lembab
terlindung
beberapa rumput berduri

dia terbaring

bulu badannya
yang putih
dan pirang

tegak memanjang
dari leher

ke ujung punggungnya

kedua kaki depannya
agak terdorong ke muka
dan kaki belakangnya
keduanya tertekuk

seolah dia sedang mengamati sesuatu

kedua matanya
terbuka
terbelahak
dan mulutnya menganga

waktu kuangkat
ke pangkuanku
badannya
sudah dingin

sorenya
dokter bilang
nadi ke hatinya

pecah-

seseorang pasti memukulnya

besoknya aku
kubur dia
di atas bukit (di belakang rumah)

yang memandang ke lembah

wellington, juni 1990

Tipologi penulisan yang terpotong potong ke bawah menggambarkan betapa hati penyair ini membuat susunan kata-kata dengan terbata-bata seperti seorang anak kecil yang menangis dalam sedu sedannya bercerita ketika menjumpai hewan peliharaan mati dengan sangat mengenaskan, hancur hati, dia membuat begitu jelas intonasi kata pada baris tersendiri untuk “dia terbaring”, kemudian “seolah dia sedang mengamati sesuatu” dan terakhir penyebab kematian “pecah”. Penyair ini telah memberikan “tanda” intonasi kata apabila ada pembaca yang akan membacakan puisinya, sehingga puisi ini akan semakin hidup. Kadang pembaca sering menemukan kesulitan dalam membacakan puisi penyair. Apabila tidak terbiasa baca puisi, apalagi bagi seorang awam. Namun dalam puisi di atas ini, Saut juga memberikan semacam kemudahan dalam membaca karyanya terutama bagi orang awam untuk suatu ketika dibaca di depan publik.
Dalam babak Cinta ini, saya justru menemukan penggambaran romantisme masa pacaran penyair ini yang dibuat dalam bentuk puisi kurang begitu dalam dan kesannya kering di permukaan dan saya rasakan agak kasar, entahlah apa karena ada penggambaran hubungan yang terlalu gamblang dalam kata-kata atau mungkin saya sendiri sudah terhanyut berkubang sebelumnya dengan sajak-sajak dia dalam hubungan dengan kemanusiaan juga tentang kehidupan yang justru digambarkan dengan kelembutan hati penyair yang selalu ada dalam gambaran saya selama ini.

Ada banyak sajak yang dalam, sebagai contoh ”karena laut sungai lupa jalan pulang”, soal Gempa Yogja, “Santiago”, “penyair dan danau”, ”marilah kita mabuk”, “bocah pemancing ikan” dan sajak dia yang terkenal “saut kecil bicara dengan tuhan”.
Bahkan dalam kejadian gempa Yogja, dia masih sempat bermain nakal dalam imajinasi dengan puisi yang berjudul “aku ingin” kukutip sebagian , dengan lirih suara dentingan piano Christian Bautista dalam the way you look at me mengalun sendu ,

aku ingin bercinta denganmu
waktu gempa lewat

di kota kita

saat itu
pasti tak ada
keluh cemas , sinar mata ketakutan
atau gemetar kakimu
yang membuatku termangu
…………………………………………..

Ada beberapa puisinya yang menceritakan gempa ini, dan semuanya dia buat dengan pendalaman makna walau tersusun dari kata-kata yang sederhana. Bagi orang awam yang membacanya dapat ikut serta merasakan goncangan gempa itu dan sayatan pilu bagi korbannya. Bahkan saya sempat terjatuh dari kursi ternyata mor-bautnya copot.
Dalam imajinasi kemudian dituangkan melalui bait bait puisinya, saya menemukan beberapa puisi dengan gaya bagaikan kumparan membentuk sebuah gelas kaca, berputar-putar menggelembung. Beberapa puisinya seperti ini dalam gambaran saya ketika membacanya: ”insomania”,”sajak mabuk”, ”sajak musim salju”.
Saya kutipkan sajak “insomania”

hampir.tengah.malam.jalan.
jalan.kota.sudah.sepi.mobil
kadang.lewat.lewat.mengiris.dingin.malam.
di.kamar.sendiri.aku.mendengar.
……………………………………………

Perhatikan penulisan setiap kata yang diakhiri tanda titik, menggambarkan bagaimana kesulitan kita untuk tidur. Bagi penderita insomania akut, penggambaran kesulitan memejamkan mata terasa dalam kata-kata yang dia tulis dengan akhiran titik. Saya melihat seperti kelopak mata ini sejenak terpejam, sejenak lagi terbuka terus menerus seperti itulah kiranya tafsir saya terhadap apa yang ditulis penyair ini dengan setiap kata langsung diakhiri titik. Padahal kalau dibaca dengan membuang tanda baca “titik” tadi akan tersususn baris-baris kata puisi biasa pada umumnya, namun di sini penyair tidak hanya menyampaikan isi puisi itu namun dia juga menggambarkan penyampaian itu seperti pembaca ini mengalami juga penyakit “insomania” dengan kejelasan titik-titik dalam setiap kata yang tersusun itu. Luar biasa!
Di sini kemudian saya menemukan sisi lain dari Saut penyair garis keras ini (sebagian teman sastrawan menilai dia begitu), rocker garis cadas atau metal kali ya kalau pada aliran musik. Namun saya tak setuju seratus persen terhadap penilaian ini. Justru dalam syair syairnya itu banyak saya temui kelembutan seorang penyair yang sebenarnya, juga rasa tanggung jawab dia terhadap pembelajaran bagi pembacanya bagaimana dia menuntun pembaca untuk dapat menangkap apa yang ingin dia sampaikan, apa yang ingin dia ceritakan dengan segudang petualangannya selama ini mencari kehidupan dan membentuk kehidupan dia selanjutnya. Kata baginya tidak hanya sekedar rangkaian memilah milah, menggabung gabung, tapi bagaimana kata disusun dalam kontek tradisi juga pembacaan yang diatur dengan memberikan semacam tanda bagi pembaca yang mendalami puisi puisinya. Hal ini sangat jarang saya temui pada puisi-puisi penyair lain.
Saut yang gegap gempita dalam konsistensi pendapat dan pemikiran juga tercermin dalam babak ke dua yang berjudul POLITIK.
Sajak sajaknya pada babak ini luar biasa, penuh tenaga dan dorongan, kuat dalam penyampai ide dan kesederhanaan kata itu berhasil membuat beberapa teman kecil saya di SMA bisa memahami mengapa seorang penyair juga harus peka terhadap kejadian yang ada di lingkungan sekitarnya, tidak hanya situasi kemanusiaan, namun juga merembet pada keadaaan Negara, perjuangan kantong-kantong perlawanan yang ada di masyarakat pada umumnya.
”Sajak mimpi untuk Widji Thukul”, ”marsinah”, ”dari berita di sebuah majalah”. Puisi terakhir ini sempat membuat mata hati saya meradang merah dan menggigil
Saya kutipkan sebagian dengan ditemani lolongan Celien Dion dalam the power of love,

bocah perempuan itu pecah jantungnya
waktu dituduh mencuri perhiasan tetangga
airmatanya cuma minyak
memarakkan api di dada sang angkara murka

lalu seorang polisi membawa bocak kecil itu
ke kantornya. lalu polisi itu menendang
badan kecilnya ke dalam sel yang terlalu
besar buat rasa takut di matanya
dia tak pernah mencuri perhiasan siapa
siapa jawabnya waktu sebuah kepalan
tangan raksasa menghancurkan semua
keriangan kanak kanaknya
selamanya
lalu perempuan kecil itu direndam
bagai selembar sarung kotor di bak mandi
kantor polisi
lalu perempuan kecil itu dinikmati
jerit kesakitannya oleh dua polisi
yang duduk merokok di kursi yang memaku kuku kakinya
ke semen lantai!

Puisi ini cukup panjang, dan membuat saya tak mampu membaca habis, karena tanpa sadar airmata mengaburkan kata-kata itu dan lamat-lamat seperti terdengar suara penyiar dalam acara buser atau jejak pembunuh entah apalagi di televisi dalam acara yang biasanya mengulas pembunuhan yang sudah dikemas menjadi barang tontonan menarik dan acara ini telah menjadi semacam ”guide” bagi lahirnya pembunuh pembunuh selanjutnya di masyarakat. Ya, acara televisi yang paling saya benci dan kurcaci saya larang untuk menontonnya, takut dia akan menjadi pembunuh dalam dunia lain.
Kebobrokan moral, ketidak adilan dan tingkah laku masyarakat di sekeliling ini, memang tak luput dari goresan imajinasinya yang pilu dan dalam. ”sajak orang orang buangan”, ”surat bawah tanah”, ”catatan subversif tahun 1998”, juga puisinya tentang kejadian Mei 1998, ”aku adalah mayat” dan masih banyak lagi, yang begitu kuat menggambarkan situasi peristiwa yang berhubungan dengannya.
Ada satu puisi dalam babak ini yang begitu menyentuh judulnya “inilah aku”

inilah wajahku
yang kau siarkan di media massamu
tak perlu lagi kau memburuku

inilah tanganku
yang kau tuduh menulis hasutan hasutan itu
tak perlu lagi kau memburuku

inilah kakiku
yang kau katakan lari dari tanggungjawabku
tak perlu lagi kau memburuku

dan inilah dadaku
yang kau fitnah penuh benci pada negeriku sendiri
tembaklah dengan senapanmu

kalau kau berani melawan nuranimu!

Pada babak terakhir buku kumpulan ini RANTAU lebih banyak memuat puisi puisinya dalam bahasa Inggris, yang memperjelas kalau penyair ini merantaunya di negeri sono. Ada beberapa yang merupakan terjemahan puisi dia dari bahasa Indonesia ke bahasa Inggris seperti “1966”, “totem”, “subversive notes 1998”, “a letter from the underground”, “imagine we were in Dili”. Judul yang terakhir ini, sebelumnya dalam bahasa Indonesia terdapat dalam babak POLITIK ini cukup menggelikan setelah membacanya. Saya kutipkan dengan keriangan Michael Learns dalam the actor dari jauh mengalun lembut,

seandainya kita di Dili imagine we were in Dili

“jangan tembak, pak! “don’t shoot, sir!
jangan tembak! please don’t shoot I’m an Indonesian!
saya ini orang Indonesia! look! here’s my ID card.
lihat KTP saya KTP Jakarta!!!” it was issued in Jakarta!!!”

“wah, tenane, lho sialan! “It’s true, shit!
ya sudah. Hayo sembunyi! okay, go and hide in sana di Koramil. ourheadquarters. Hurry up!
kok wong Indonesia ada di jalan, what the hell is an Indonesian doing out in the street,
pengen mati, ya! diancuk!!!” do you want to get shot dead, eh? hurry up! bastard!”

15 september 1999

Saya baru tahu kalau pisuh pisuhan bahasa Suroboyoan itu dalam bahasa Inggris jadi “bastard”, tapi kayaknya lebih enak dalam bahasa aslinya deh! terasa nendang diintonasinya. Dan saya bisa lebih leluasa misuhi wong bule dengan aslinya, kalau diterjemahkan kurang makyus. Dan Saut dalam puisi tersebut berupaya melucu namun getir. Bahasa sulitnya parody satire, dalam perang yang kejam selalu ada kelucuan terselip.
Buku tebal bergambar narsis habis penyairnya ini diambil kala dia masih imut dan menggemaskan, apakah sudah gede begini masih menggemaskan? Tentunya hanya untuk seorang Katrin Bandel hal ini masih menggemaskan dan bagi lawannya yang suka dikritik, Saut pun masih menggemaskan (barangkali?), rasanya tak habis habis untuk digali dan diselami. Bagi saya yang belum bertatap muka dengannya, walau sudah sering kontak by sms dan membaca beberapa esainya yang ditulis cukup serius, setidaknya cukup memberikan gambaran seorang Saut Situmorang yang sebenarnya mempunyai sisi bertolak belakang dengan gaya lantang bicaranya apalagi bila dia menemukan ketidak adilan dalam perjalanan sastra Indonesia saat ini.
Di akhir buku ini ditutup dengan tiga puisinya yang berjudul “Blues for Allah 1” , “Blues for Allah 2”, dan “Blues for Allah 3”, puisi puisi ini sangat pendek, orang bilang walau dia pendek tapi padat berisi dan telak. Bahkan untuk puisi “Blues for Allah 3” tidak ada isinya, kosong melompong, dibiarkan pembacanya untuk bebas mau menulis apa.
Iringan lembut Whitney Houston dalam I will always love you mengantarku menyelami dua puisi terakhir ini.

Blues for Allah 1

the sky’s so blue the kids’re playing
then the sea rose and ate up everything –
tsunami

Blues for Allah 2

the lonely moon and
the silent night are what the
tsunami left behind

Blues for Allah 3



Penilaian saya akan puisi-puisi Saut yang mudah untuk dicerna pembaca awam ini, tidak terikat dengan metafora yang jelimet, namun centang perentang dalam penyampaian gagasan juga penilaian dan perlawanan terhadap apa yang terjadi di sekelilingnya, membuat saya pribadi tak lelah menikmati puisi-puisinya. Walau ada beberapa puisi panjang dalam bait dan barisan kalimat, tetapi tidak memanjang satu kalimat oleh puluhan kata ini, sehingga bagi saya yang penggemar berat puisi yang tidak bertele-tele, terasa nyaman di mata dan di hati.
Puisi-puisinya mewakili karakter dia sebenarnya, di satu sisi lembut, lucu dan romantis kering, di sisi lain garang perlawanan dan lantang tergores. Jadi ingat cerita Vendetta dengan lambang “V”nya yang terkenal itu.

Bogor, Sore hujan gerimis,minggu malam hari raya qurban, 7 desember 2008. 17.07 wib

Sunday, November 30, 2008

coretan awal desember 2008

sebentar lagi awan berganti dengan wajah baru
banyak kenangan lalu memaksa diri berdiri
padahal sudah menemukan sandaran empuk
untuk sekedar melepas punggung yang menyiksa perjalanan

kali ini tahun riak terasa agak menyita pikiran
walau cuman sedepa tak lebih
namun cukup dalam dirasa
kang aku sendiripun sampai hari ini suk bertanya
ada sesuatu pada pikirannyakah yang membuat
putih tiba-tiba menjadi hitam
dan hitamnya lebih hitam dari lelehan tir untuk membuat jalan
dan lekatnya melebihi lelehan coklat

dendam, benci tiba-tiba terakhir mengiringi langkah ini
tak tahu dari mana datang
tapi dengan helaan nafas kesabaran
semuanya akan terkikis

kesabaran ini tetap teruji sampai kapanpun
seperti kitab suci katakan
diam selalu emas
diam kendalikan emosi
diam tak peduli
diam puncak kesabaran
diam
diam

goresan diatas kutulis buat teman-teman sejati di Kurawa gans's yang dengan kesabaran tinggi menghadapi kerikil yang cukup tajam walau bentuknya kecil....

sukses selalu

8.35wib

Rendra in Reboan

RENDRA : TAK CUKUP HANYA PEDULI TAPI HARUS TERLIBAT

Semua kreativitas seni, tidak hanya puisi, menurut Suluk Demak harus
muncul dari `kahanan'. Kreator harus selalu berada dalam keadaan,
tidak berada dalam khayalan, tidak dalam teori tapi masuk dalam
kahanan itu dengan modal kepedulian. Dengan demikian dia akan
mendapatkan pergaulan kharismatik, masuk dalam kontekstualitas.

Tapi ini tidaklah cukup, kita harus merangkul, terlibat. Dengan kata
lain, keterlibatan itu mengakibatkan pengalaman pribadi. Kalau itu
muncul dalam kesadaran itu namanya paradigma. Kalau hanya sekedar
indah dan penuh rasa, itu banyak. Tapi dengan paradigma akan lebih
unggul, apalagi jika dikaitkan dengan nilai-nilai universal. Semakin
kontekstual, semakin tampak paradigmanya, tidak hanya wawasannya yang
tampil.

Demikian disampaikan oleh W.S Rendra ketika menyampaikan pidatonya di
akhir acara Sastra Reboan#8 yang seperti biasa berlangsung di Warung
Apresiasi (Wapres), Bulungan, Jakarta Selatan, kemarin (26/11). Di
awal pidatonya Rendra yang mengenakan jeans da jaket biru ini menoleh
ke latar panggung yang bertuliskan Paguyuban Sastra Rabu Malam. Slogan
"Banyak Pintu Menuju Sastra" dikomentarinya "Ini yang pertama menarik
perhatian saya. Ternyata puisi terus hidup hingga sekarang".

Lebih dari seratus penonton memadati Wapres, termasuk Presiden Penyair
Sutardji Calzoum Bachri, meski hujan sejak sore mengguyur berbagai
sudut Jakarta dan sempat membuat cemas panitia. Para penonton ini tak
beranjak dari saat acara dimulai molor jam 20.00 hingga berakhir pukul
23.00 wib.

Sastra Reboan#8 kali ini menampilkan beberapa alumni Institut
Teknologi Bandung (ITB) yang ingin berkumpul dan membaca puisi di
acara ini. Dikomandoi oleh Slamet Widodo dan Nugroho Suksmanto,
persiapan tampil di Sastra Reboan terus digodok dengan Kurnia Effendi,
cerpenis flamboyan yang menghubungi kalangan alumni ITB untuk
berpartisipasi. Penyair kondang, Acep Zamzam Noor yang sudah siap
tampil, tidak jadi datang karena ada acara yang tak bisa ditunda.

Selain para alumni ITB, Sastra Reboan juga menampilkan beberapa
pembaca puisi, penyanyi Fia dan geguritan (pembacaan puisi dalam
bahasa Jawa) oleh grup gending Sri Redana Laras. Penampilan geguritan
dari syair karya Ronggowarsito yang dipimpin Sugito ini cukup menarik
perhatian. Para penembangnya anak muda dari yang masih SMP hingga
mahasiswi. Bahkan salah satunya, Wulan bukan orang Jawa tapi Betawi
asli. Di tengah geguritan ini Sutardji Calzoum Bachri tiba.

Acara yang dibuka oleh MC Budhi Setyawan, yang kali ini didampingi
penyair Rukmi Wisnu Wardani, diawali dengan penampilan Triana
Kumalasari, Dian Ayu dan Mhammad Nurdin. Ketiga siswa SMA Martia
Bakti, Bekasi ini tampil penuh percaya meski ada Sujiwo Tejo dan para
penyair ternama lainnya. Begitu juga Sasib Negaraja dari Komunitas
Sastra Jalanan Indonesia, Gemmy Mohawk (yang juga memperkenalkan buku
puisinya `Sirami Jakarta Dengan Cinta"), Kuntet Mangkudilaga dan Een
Nurhaeni, mahasiswi jurusan Broadcasting.

Menjelang jam 21.00, Kurnia Effendi yang akrab disapa Kef menggantikan
Budi dan Dani untuk memandu para alumni ITB. Nugroho Suksmanto dan
Slamet Widodo lalu tampil dalam Bincang Sastra dan Komunitas (BSK)
tentang latarbelakang berkumpulnya alumni ITB ini. "Ternyata banyak
alumni itb berkecimpung juga di tulisan dan syair. Lewat acara di
Sastra Reboan ini diharapkan memberikan rangsangan pada sarjan ITB
untuk juga bisa menyukai sastra" ujar kedua tokoh Pena Kencana itu.

Militansi

Usai BSK, Kef yang masih di panggung membacakan puisi, disusul Prof.
Danuswara yang ahli lingkungan kota dan guru besar ITB dengan dua
puisinya "Jalan" dan "Kampung Kota'. Kemudian Teguh Haryono membacakan
dua puisi juga, yang dikomentarinya sebagai pembacaan puisi pertama
kali di Wapres.

Fadjroel rahman membacakan 2 puisi berikutnya, salah satunya sering
dibawakannya, "Dongeng Untuk Popy". Mantan aktivis ini memberikan
gambaran bahwa mahasiwa ITB berkumpul dan mendirikan semacam komunitas
sastra dng singkatan GAS, yang kadang juga diplesetkan menjadi
Gerakan Anti Suharto krn pada waktu itu gerakan menentang Suharto
bisa juga direfleksikan dengan berteriak di lapangan basket dalam
bentuk apresiasi puisi.

Berikutnya Nugroho Suksmanto membacakan 2 puisi "Jilbab" dan "Pantat",
diikuti Lukman SH pelukis dan penyair yang membawakan puisi "Ganesha"
dan dibuatnya saat berusia 27 tahun.

Dari deretan penonton tampak penyair Dharmadi, Endah Perca, Rita
Achdris, Imam Maarif, Teguh Esha, Eka Kurniawan, Broden pabrik_t, Purwianto dan beberapa
aktivis sastra dari Universitas Atmajaya dan Universitas Bung Karno.

Di tengah pembacaan puisi, penyanyi Fia yang mengaku sejak 2004
dibesarkan di Wapres tampil membawakan lagu "Ada Rindu Ada Cemburu"
mendampingi Slamet Widodo. Penyair yang buku terbarunya `Selingkuh"
ini membuat penonton cengengesan ketika membawakan puisi "Susu" yang
di tengah pembacaan terselip kalimat `ah..mosok" dan ditirukan penonton.

Sebelum Sujiwo Tejo tampil, Sadewa yang putera WS Rendra naik ke
panggung membaca "Cinta yang Bersandar di Sebuah Perahu" dan "Aku dan
Gitarku", disusul Rara Gendis serta alumni ITB, Krismanggolo
membawakan puisi karya Bung Karno "Nasionalis Revolusioner".

Penampilan puncak acara, Sujiwo Tejo tak pelak membuat pengunjung
tergelak dengan komentar nakalnya di sela pembacaan sajak dan lagunya.
Dengan ringannya saat membawakan sajak "Anyaman" Sujiwo Tejo sempat
mengisahkan sebagian petualangan cinta Rendra yang membuat banyak
penyair lainnya semisal Emha Ainun Najib terkagum-kagum. Sedang para
alumni ITB yang membaca puisi malam itu disentilnya karena ternyata
tak berani mengambil resiko menjadi seniman murni seperti dirinya,
yang disambut tawa pengunjung.

Di akhir acara, Slamet Widodo yang berbincang dengan Sutardji Calzoum
Bachri menjelaskan bahwa Presiden Penyair ini terkesan dengan Sastra
Reboan. "Saya sudah mendengar acara ini, tapi belum sempat dating.
Terus terang, acara seperti ini bagus dan dibutuhkan. Sudah
berlangsung secara rutin menunjukkan komunitasnya hidup. Tapi tanpa
militansi penyelenggaranya, pastilah tak akan berjalan".

Sampai bertemu di Sastra Reboan #9 tanggal 17 Desember mendatang.
(ilenk/gie)

Wednesday, November 26, 2008

reboan november

Kota. Kata.

Bulan November 1945, ada sebuah kota coba direbut dari tangan musuh.
Bulan November 2008, siapa punya musuh? apa yang akan kita rebut
darinya?

Berbagai peristiwa yang terjadi dalam bulan November, ada yang
diperingati secara luas, tapi juga ada yang diam-diam dan senyap saja
karena banyak yang belum mengenal peristiwanya. Satu peristiwa yang
sangat akrab adalah Hari Pahlawan, peringatan bagi kegigihan dan
keberanian arek-arek Suroboyo ketika menghadapi Jepang pada 10 November
1945.

Di November ini, tepatnya tanggal 26, Paguyuban Sastra Rabu Malam (PaSar
MaLam) kembali menghadirkan Sastra Reboan #8 Sastra Reboan dengan tema
"Merebut Kata", yang seperti biasa berlangsung mulai jam 19.00
di Warung Apresiasi (Wapres), Bulungan, Jakarta Selatan.

Sastra Reboan #8 kali ini menampilkan beberapa alumni Insititut
Teknologi Bandung (ITB) yang dalam perjalanan hidupnya berkiprah,
setidaknya bersentuhan, dengan dunia sastra dan seni. Mereka sudah tak
asing lagi namanya seperti Acep Zamzam Noor, Kurnia Effendi, Sujiwo
Tejo, Nugroho Suksmanto, Slamet Widodo, Lukman SH, Karlina Supeli dan
Fadjroel Rachman, dan lain-lain. Ada apa di balik kemunculan para alumni
berpuisi? bisa disaksikan dalam Bincang Seputar Komunitas (BSK) yang
merupakan bagian dari Sastra Reboan.

Tak ketinggalan, beberapa penampil lain yang pastinya akan semakin
menyemarakkan Reboan kali ini. Jadi, silakan datang merayakan berbagai
hal yang telah terjadi dan akan direnungkan dari November ini.
Setidaknya, di Sastra Reboan kita bersama-sama menyapa dan mengenal
sastra tanpa mengerutkan dahi, karena lelah sudah menjadi santapan
sehari-hari.

26.11.2008

Tuesday, November 25, 2008

cemburu

: balasan weny suryandari

aku disini
aku dengar bisikmu
walau hujan deras mengguyur
detik ini masih kudengar dentangan hatimu

aku ambil selimut biru
menutup cemburu pilu
agar tak menderu

aku masih tetap disini
menanti setia bisikmu
tak perlu perih dihati
cemburumu bukti cintaku

26.11.2008, 14.30wib

Tuesday, October 21, 2008

reboan oktober

Bulan Oktober, selain ada hari-hari yang dianggap penting seperti
peringatan milad Angkatan Bersenjata, peringatan Sumpah Pemuda, juga
disebut-sebut sebagai bulan Bahasa. Berkenaan dengan hal itu, Paguyuban
Sastra Rabu Malam (PaSaR Malam) kembali menghadirkan Sastra Rabu Malam
atau biasa dikenal dengan "Reboan" dengan tema "Aku dan Bahasa."

Reboan akan dilaksanakan pada 29 Oktober 2008 bertempat di WaPres,
Bulungan pada pukul 19.00 - selesai dengan menghadirkan beberapa penyair
seperti Awaludin, Ashar, Imam Ma'arif, Giyanto Subagyo, Heri Maja
Kelana, Shinta Febrianny, Irmansyah, dan Pudwianto Arisanto. Selain
penampilan mereka, Reboan juga akan membedah komunitas seni budaya yang
cukup tua di Jakarta yaitu Komunitas Planet Senen dengan narasumber Imam
Ma'arif dan Irmansyah. Mudah-mudahan dengan acara ini, pengunjung Reboan
bisa mendapatkan tips dan trik hidup berkomunitas. Sebab seperti
diketahui kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta sudah cukup pikuk
dengan ambiens konsumerisme dan individualis yang tinggi.

Berkenaan dengan tema, akan tampil delapan orang ekspatriat dari Jepang,
Korea, Ukraina, Mongolia, dan Perancis yang akan membacakan puisi-puisi
berbahasa Indonesia. Mereka tampil berkat upaya Bung Kelinci dan Teater
Pintu 310-nya.

Dari anggota PaSaR Malam sendiri, setiap reboan selanjutnya akan
memperkenalkan dan membedah karya anggotanya seperti Nurrudien Asyhadie
dengan buku puisi "Beatnik dan sajak-sajak lain", Akmal Nasery Basral
dengan kumpulan cerpen "Ada Seseorang di Kepalaku yang Bukan Aku",
Johannes Sugianto dengan bukupuisinya "Di Lengkung Alis Matamu", Budhi
Setyawan dengan "Kepak Sayap Jiwa", dll.

Jadi, datang dan rayakan!

Sie Acara
Dedy Tri Riyadi

NB : Acara ini terbuka untuk umum alias tidak dipungut bayaran

puisi lapindo dimuat di kompas.com

http://www.kompas.com/read/xml/2008/10/18/14002696/puisi-puisi.ilenk.rembulan

Puisi-puisi Ilenk Rembulan

/Sabtu, 18 Oktober 2008 | 14:00 WIB

Lapindo Satu
: bude Umi

dua ramadhan sudah berlalu
ini ramadhan ke tiga
adakah gema takbir di ujung sana?

Lapindo Dua
:bulek Menik

jemari menyisir sahur di ujung rambut
tetesan peluh menakar gelas kosong
adakah mukena bersih yang masih tersisa?

Lapindo Tiga
:guru Tono

keluh menghimpit
di ujung tumpukan buku
jemari menghitung
papan tanpa tulisan
menunggu bagdo buka
masih adakah bingkisan datang?

Lapindo Empat
:ustadz m.arifin ilham

lafal dzikir bergema
gelegak lumpur mengiringi
lambaian tasbih menari
jeritan puasa berjama’ah
sudahkah kau kirim tahajud padaKu?

Lapindo Lima
:tuanku bakrie

keranjang parcel masih terhidang
lipatan sarung dalam jutaan
kuketuk selembar hatimu
sudahkah kau kirim zakat untukKu?

Jakarta, 9.10 wib, 16 september 2009

Wednesday, September 24, 2008

riyoyo (2)

riyoyo sediluk maneh
duwet gak gablek nang dompet wes entek
arep tuku tuku
tapi gak ono sing digawe tuku
sidane cuma mlaku mlaku
ngertiyo ngene sluku sluku

15.25wib

attakhiyat akhir

sudah ribuan sujud terurai
makan sahur dengan do'a
ini lebaran ketiga
akankah lumpur surut bersama takbir?

(do'a bulek karsih pada hamparan hening malam di tenda pasar sidoarjo)

14.55wib...

Monday, September 22, 2008

mudik

riyoyo sediluk maneh
duwek sek durung gablek
rego rego wes pating gemledak
eh, podo munggah munggah terus
balapan karo kuwalek karo discount klambi
sijine naik ke puncak nggunung
sijine turun 75%
beli satu gratis satu

riyoyo opo mangan klambi anyar tok?
gak kate mangan liyane
kupat karo opor
sambel goreng ati
atine sopo sopo sing loro ati
mumet nek ngene rekasane

riyoyo riyoyo
jare cak kandar
opo riyoyo lewat ngomahmu?
aku dewe yo sek gak ngerti
opo riyoyo tahun iki lewat malah mlebu mampir omah
mending ngenteni ngarep gang ae

riyoyo riyoyo

10.55 23.09.09

Tuesday, September 16, 2008

pikiran liar

1000 dzikir
lebihkan !
1000 takbir
kumandangkan !

1000 parcel
bagikan !
sisakan satu
buatKu

jakarta, 10.50wib

Sunday, September 14, 2008

JawabNya

ada yang
pulang
menyatu
dalam
jiwa

menapak
tanah
menimbun
jelaga
dalam hitam

dia yang
tersenyum
menengadah

tawa
menari
menjanjikan
saat-saat jingga
datang

sept 2008
sebelum jam kantor 8.05wib

Thursday, September 11, 2008

anakku atau anakmu ?

Anakmu atau anakku ? apa itu perlu penjelasan ? sedangkan popoknyapun tak pernah kau cium baunya, dia hanya mengharap kelak usapan lembut tanganmu menempel di kepala mungilnya, kepala yang rindu belaian ayah yang sejak di rahim ibunya tak pernah kau berikan ruh kasih sayang,

Anakmu atau anakku ? tak ada lagi yang perlu diperdebatkan, dia menjadi anak asing di negeri belantara seorang perempuan mulia, yang di rahimnya tak bakal keluar ruh manusia, biarlah dia menyusu di buah dada yang ranum namun tak keluar air susu, biarlah para malaikat di surga menggantinya dengan kasih sayang dan cintanya sebanding dengan air susu ibunya

Anakmu atau anakku ? apa itu penting buatmu ? apakah pengakuan ini akan menjadi alat untuk meminang perempuan lain, dan membiarkan ibu sang bayi teronggok tak berguna lagi, adakah pengakuan itu masih penting bagi jalan menuju pelaminanmu ?

Anakmu atau anakku ? biarlah sang pencipta yang mengadili nanti

ilenk, 15.31 wib

Wednesday, September 10, 2008

badai sahur

aku datang !", teriak sebutir embun menempel di kaca jendela
"tapi tidak sendiri"
"sebentar lagi bersama saudaraku"

tak lama petir menari sekelebat dengan genitnya
membangunkan diriku untuk sahur
dan
bresss !
dalam sekejap saudara embun datang dalam jumlah ribuan
menyerbu atap rumahku
jatuh tergerai seperti kain korden tipis
menembus
menjelang pagi
yang semakin dingin
namun sahurku hangat
secangkir capucino membasahi batin

ilenk, 09.39wib di kantor

Wednesday, August 13, 2008

cawang-bogor

tinggal mimpi-mimpi
menggiring sederetan lelah menuju batas
antara cawang - bogor
tinggalkan sisa yang masih harus diraih

(ilenk)

jakarta, 13/08/08 . 6.32

jagorawi

diantara kantuk menghadang
suara kernet menjaring uang
disela nyanyian pengamen
deru debu melaju
menuju kota mimpi

diantara terawang jalang
mata memandang pekat malam
sesampai di tujuan
penat kaki melangkah
menuju rumah idaman

(ilenk)

jakarta 13.08.08 01.10.pm

suaraku

dan sampai hari ini faxnyapun belum kubalas
tak kuberikan respons cepat seperti perkiraanmu

bahwa akupun juga berhitung cermat
adakah suaraku nanti ada imbas
terhadap perbaikan nasibku dan nasibmu

harga tawaranmu masih belum menggiurkan
belum membuat nafsu bathinku bergerak

aku menunggu investasi yang menguntungkan
walau itu hanya satu suara
"bep" sudah kupatok

akupun telah berhitung cermat

(ilenk)

*bep = break event point= balik modal

jakarta, pagi 6.56

Menyemir sepasang sepatu sendiri dalam hujan

Satu lagi buku kumpulan sajak dari para sahabat tercinta datang di dadaku dalam sejuk senja penuh keriuhan di ujung selatan Jakarta. Di sela asap bakar ayam dan kental rawon dan canda ria para Kurawa Pasar Malam, “Sepasang Sepatu Sendiri Dalam Hujan” di lepas dengan damai oleh salah satu penyairnya Maulana “Pakcik” Achmad dalam tanganku.
Buku setebal 118 halaman yang memuat 105 sajak dari 3 penyair Maulana Achmad, Inez Dikara dan Dedy T .Riyadi dengan perlahan mulai dibuka dan menyelami bait-bait rohnya.
Tulisan ini saya bagi dalam tiga ulasan, karena buku ini memuat 3 bab sajak dari mereka, dan sesuai dengan urutan dalam pemuatan sajak tersebut, puisi Maulana Achmad (selanjutnya saya sebut “Pakcik”) disajikan diawal, dengan jumlah 35 sajak.

(1) Dari satu sumbu di jalan Barito, mengurai kata, setangkup-tangkup

Dengan ditemani Anggun sabtu malam melantunkan Mimpi, sajak Monochrome sudah membuat diriku terperangkap.
Aku menunggumu dalam pengap
bermenit raga ini tak bergerak
angin pun kurasakan mati kaku hilang nafas

di peron ini,
kucoba keduk sisa ingatan
mencari namamu

seujung kerdipan kau melintas deras, gemuruh
ke hala yang tak kutuju
tanpa sapa

Terbayang kepengapan kehidupan kini yang sudah mulai menyesak di dada, mencari hanya segelas udara untuk bernafas, sepertinya susah, kemudian ketika ada jeda waktu nafas udara datang, namun dia bergegas pergi jauh seperti gemuruh kereta meluncur jauh, tetapi bukan ke tempat yang seharusnya kita tuju, dia menuju ketempat lain yang bukan kita tuju.

Puisi kehidupan yang luruh , saya seperti menghadap cermin, menatapnya penuh lelah, penyair ini berusaha mengingatkan kita, bahwa kehidupan yang demikian riuh ini kadang kita tak tahu dimana nanti ujungnya.

Lagu Takut yang dilantunkan riang oleh bibir seksi Anggun mengiringku menyelami sajak Mengurai kata. Sajak sederhana sekilas hanya untaian kata, tetapi saya menangkap makna seperti menaiki tangga kehidupan yang selama ini saya jalani. Pakcik mengurai kata seperti para sufi mengurai dihadapan muridnya di Masjid Biru.


Mengurai kata

Seumur batu
Senafas angin
Serentak awan
Sekejap senja
Serumpun bintang
Sebongkah bulan
Sececap subuh
Seabad embun
Sepakung jamur
Serimbun perdu
Seputar dhuha
Sekutuk mentari
Seusung hari
Sebaris bukit
Setasik peluh
Sepulau mimpi
Selaksa asma
Akulah hanya

Putaran malam menjadi pagi, siang , sore dan kembali lagi menjadi malam dalam buaian mimpi setelah tua menjalani hidup akhirnya “akulah hanya”. Ya, kita pada akhirnya nanti hanya, hanya seonggok tanah seperti semula. Sengaja penyair tak menyudahi dengan titik, seterusnya dibiarkan mengambang terserah kita pembaca menafsirkan.

Tepuk tangan riuh pengiring penyanyi dalam In Your Mind masih dengan Anggun yang menemani malam semakin larut, tersandung sajak dengan judul Setangkup-setangkup.

Setangkup-setangkup
:abah ahmad

belikan aku buku gambar, abah
aku ingin menangkap gunung
dan mencelupnya dalam sekarung warna

belikan aku susu, abah
agar sehat badanku
kuat tulangku
terlindung hatiku

belikan aku sepatu, abah
biar kudapat berjalan ke madrasah
yang ada di lembah dan langit

tinggalkan satu saja fotomu, abah
aku telah lupa lekuk urat wajahmu
kau sudah terlalu jauh
ambenmu pun sulit kurengkuh

Malam semakin hening , tak ada suara ojek atau ambulance sesekali datang (rumah saya persis di sebelah BMC salah satu rumah sakit elite di bogor), selesai membaca sajak diatas, tiba-tiba wajah almarhum ayah terbayang. Tanpa terasa saya memutar lagu dari penyanyi kesayangan beliau.
Aku telah lupa lekuk urat wajahmu, ah ! kupandangi bingkai foto ayah tersenyum dengan lesung pipitnya, Kau sudah terlalu jauh, ya beliau sudah tenang disisiNya, ambenmu pun sulit kurengkuh, dia terbaring tenang nun jauh dikerimbunan bamboo pemakaman desa di Jember. Mata merah dengan sudut basah terjuntai, ayah saya rindu padamu.

Snow on the Sahara menerobos telinga dengan bisikan lembut, menyelami sajak-sajak pakcik seperti menemukan kembali kawan lama. Sajak-sajak pendek , kulumat habis malam itu menangkap sepintas rohnya dan kembali terus masuk dan duduk sejenak pada sajak Dari satu sumbu di Jalan Barito.

mungkin sebelum bulan merapihkan tempat tidurnya
tempat ini begitu padat dengan bebunyian
kita semeja menyantap senyap

“seperti apa suaramu?” kau memberikan bait pertama
perlahan aku mencari metafora yang belum pernah
dibuat orang dari tubuhmu

sebatang mahoni membakar getahnya tepat di sisi kami

“kau masih diam? Padahal otakmu berdetakdetak”
kau berikanku bait kedua
kusemburkan tenung terampuh agar kau diam dan aku
bisa mendapatkan metafora yang belum pernah
dibuat orang dari tubuhmu

sebatang mahoni memecahkan bebijian di langit

“apa kau bisu? Padahal matamu menusuknusuk”
kau berikanku bait ketiga
kuhunus sebilah badik agar kau takut dan diam, sehingga
aku dapat mencuri metafora yang belum pernah dibuat
orang dari tubuhmu

sebatang mahoni kini tak berdaun lagi ketika kau ratusan
langkah menuju pulang
“kopi mewasiatkanku kejujuran dan mulianya ingatan”
kuteriakkan metafora yang belum pernah dibuat orang dari tubuhmu

Entahlah, tiba-tiba wajah Cak Kusno almarhum salah satu preman di Terminal Wonokromo yang merupakan sahabat saya waktu dulu sering menemani pendakian gunung semasa di SMA di Surabaya, melintas sejenak.
Padahal jalan Barito tentu lebih ramai dari terminal Wonokromo yang gelap, pengap, kumuh. Sepintas membaca badik, mengingatkan senjata itu yang selalu terselip di balik jaket Cak Kusno kemanapun dia pergi. Dan senjata itu pula nyaris melukaiku pada suatu malam di keremangan Wonokromo ditodong orang dan ternyata ketika tahu siapa yang ditodong dan yang menodong saling kenal, maka kami berdua tertawa pedih. Penjahat dan korbannya ternyata dipisahkan dinding yang tipis.
“Kopi mewasiatkanku kejujuran dan mulianya ingatan” baris kalimat diatas itu mengingatkanku sekali lagi akan celotehan Cak Kusno menyeruput kopi hangat setelah saya tak jadi ditodong malah diajak ngopi di sudut warung dekat Kebun Binatang dan seperti biasa dia cerita tentang sepenggal nasib dan saya seperti menangkap metafora yang belum pernah dibuat orang dari tubuhnya.
Puisi di atas benar-benar mengingatkan akan sosoknya. Saya berkhidmat sebentar, mengirim do’a semoga dia tidur nyenyak disisiNya, lamat kudengar lirih dia berkata “ Ibuku rembulan dan bapakku matahari, sejak kecil aku rindu dekapan ibu dan usapan lembut tangan bapak di kepalaku, tapi aku hanya bermimpi”, ucapan itu lamat-lamat terngiang di kudukku, dan kurasakan angin dingin berhembus.


(2) Dan Kau hanya menjalankan, bulan memar, di akhir setiap perjalanan

Bilik pertama dari tiga bilik dalam kumpulan sajak ini mulai kutinggalkan, memasuki bilik kedua dari penyair Inez Dikara (satu perempuan diantara dua penyair laki-laki dalam buku ini), kaki melangkah ringan dengan diiringi lantunan The Reason dari Hoobastank membaca lirih sajak Dan Kau Hanya menjalankan. Tiba-tiba keriuhan desingan peluru dan teriakan anak kecil dan sayatan pilu orang tua membayangiku.

Sajak yang ditujukan untuk tanah Palestina yang selalu bergejolak.

Tak lagi kaurasakan butiran-btiran logam yang pecah
di tubuhmu. Segar darah yang mengalir sumber-sumber
airmata. Sedang desing timah yang membara, bagai lagu
keseharian yang kian kau hafal liriknya, serupa amarah
yang tertahan gelegar suara meriam yang ditembakkan
menikammu hingga jauh
ke dalam. Memar dada dan tapak tangan menggenggam
iman. Anak-anak terlepas dari pelukan. Merah warna
tanah perbatasan.

karena telah Ia perintahkan padamu untuk rasakan sakit
Itu. Dan kau hanya menjalankan

Penyair mengajak kita sejenak untuk merenung betapa kita masih mujur bila dibandingkan saudara kita yang ada di bumi Palestina yang selalu bergejolak oleh perang saudara yang tidak tahu kapan akan berhenti.
Perang disana sepertinya sudah biasa dijalani oleh mereka. “Sedang desing timah yang membara, bagai lagu keseharian yang kian kau hafal liriknya”. Bahkan merah tanah perbatasanpun dilumuri oleh darah anak-anak dan orang tua yang tak berdosa, perang seperti sudah merupakan takdir dariNYA “karena telah Ia perintahkan padamu untuk rasakan sakit itu. dan kau hanya menjalankan”.
Kadang bila perang berkecamuk, saya selalu bertanya “adakah tangan Tuhan ikut menyusun strategi penyerangan itu dan korbannya harus orang-orang tak berdosa? Saya tak berani menanyakan lebih lanjut, takut Tuhan akan marah dan murka, malam ini Dia bisa tembakan meriam di rumahku.

Dalam menyulam kata, Inez lebih banyak menyentuh rasa sepi, rindu tertahan kadang juga tanya. Dalam sajak berjudul Sajak Hijau

seorang anak bermain-main
di kejauhan

seorang perempuan melambai-lambaikan
tangan

setumpuk mainan teronggok di kamar
:kesepian

Barisan kata di atas tersebut yang tersusun secara sederhana namun dalam makna, berbicara tentang seorang perempuan yang telah lama mendambakan anak, bahkan dia sudah siapkan banyak mainan, namun yang ditungu-tunggu tak datang jua, tinggal sepi yang ada.

She will be loved dari Maroon 5 masih mengalun lembut, sajak Bulan Memar yang terdiri dari 2 bait dengan masing-masing bait terdiri dari 3 baris kata pendek. Puisi-puisi Inez memang tidak panjang melelahkan, namun pendek dan mudah dimengerti.

Bulan memar
Jatuh redupnya
Di teras kamar

Dua kehilangan
Berjarak Cuma
Sedegup dada

Wind cries Mary melantun lincah dari mulut Jamie Cullum, menemani lebih dalam lagi pada sajak-sajak Inez. Dan pada sajak Di akhir setiap perjalanan, saya terpaku sejenak.

malam lengang sunyi
ranting-ranting keringa
awasi hari hari pergi
menunggu di akhir setiap perjalanan
kulihat bayangmu menari-nari

Dalam sajak ini terasa sunyi semakin menyelimuti diri. Semakin hening tanpa ada swara yang menggelitik malamku, sepertinya saya harus menunggu bayang-bayangnya menari. Tapi siapa yang saya tunggu ?

(3) Bibir Ibu, Kepada embun, Kamboja menyapih sepi

Sampailah pada bilik terakhir dari kumpulan sajak ini akan kusudahi. Penyair Dedy T. Riady mengajak saya perlahan menyibak halaman pada bilik terakhir ini Sajak indah berjudul Bibir Ibu menyambut di ujung pintu masuk. Saya kutipkan sebagian :

……………………………
Suatu kali, aku mendaki
Tapi kata ibu, “lepaskan dulu sepatumu.
Di lembah lidahku tak perlu ada batu.”

Dan terciptalah puisi
Seperti api yang membakar hati

Lain dari 2 penyair sebelumnya, sajak-sajak Dedy lebih panjang, walau ada beberapa yang ditulis pendek bahkan hanya sebaris saja, namun lebih banyak menyajikan sajak dalam bentuk panjang. Sepintas bayangan penyair lain seperti berjejak di syairnya, namun pada sajak yang utuh yang kutangkap tak ada pengaruh penyair lain di sajaknya, justru kujumpai puisi yang kuat. Seharusnya penyair ini membuang baju pengaruh itu, biarkan imajinasi berkembang sesuai kata hati, karena puisi mewakili jiwa bicara.

Everytime dari Britney Spears melantun sexy ,lembut menerawang menapaki sajak berjudul Kamboja.
1/
Tak pernah musim begitu mendung
Ketika sajak luruhkan murung
Jatuh ia sebagai gerimis
Kuburkan sisa sisa tangis
2/
Di pekuburan tanpa nama
Di kuncupmu sajak berbunga
Di dada ini masih ada kata
3/
Kamboja di ujung senja
Siapa terkubur sia sia?
Sebab malam nanti
Sajakku akan terkubur di sini

Sajakku terkubur disini bersama Kamboja, ya bunga kamboja selalu mengingatkan saya akan dara cantik dengan gemulai lesung pipit di pulau dewata dua tahun silam. Menyudahi membaca sajak kamboja ingatan akan wajahnya kembali terbayang, dua bulan yang lalu kuterima kabar, dia telah kembali pada Hyang Widi di Nirwana. Siapa terkubur sia sia?

Desah suara Usher membisikkan Burn masih setia menemani saya melirik sajak Kepada Embun.

Angin tak pernah meluruhkan
Sebagaimana hujan
Yang tak akan mengekalkan

Pada akhir sebuah malam
Engkau akan datang diam-diam

Hingga aku tak pernah tahu
Itukah kau atau hanya air mataku

Ketika membaca baris kata “engkau akan datang diam-diam”, saya celingukan, takut ada orang datang diam-diam alias maling. Terus terang saya agak lupa apa tadi pintu sudah terkunci atau belum, perasaan seperti ada kaki melangkah. “Itukah kau atau hanya air mataku”, ending yang menyentuh, luruh.

My happy ending dari si mungil Avril Lavigne, menghentak rasa kantuk yang sudah mulai memeluku. Sajak berjudul Menyapih Sepi membuat mataku terbelahak sejenak,

Ibu ajari aku menyapih sepi
Sebagaimana sungai sentuhi batu
Agar lumut sediakan tanah,
Tempat bertumbuh beringin itu

Sebab aku hanya bisa
Lesapkan senyap, seperti
Asap menuju awan. Untuk
Kembali bersama hujan

Puisi ini menghanyutkan rasaku perlahan-lahan. Ibu ajari aku menyapih sepi, sebagaimana sungai sentuhi batu. Indah nian kata kata ini, saya jadi terbayang aliran sungai yang jernih airnya, lumut tumbuh berserakan di batu dan di kejauan rimbunan pohon dan kicauan burung bersahutan.
Malam larut ini seperti lesapkan senyap, asap menuju awan, ya saya menuju kantuk yang semakin deras kembali bersama hujan. Di luar tiba-tiba hujan , angin meniup lembut di sela sela atas jendela kamar yang berpori-pori.


Bogor, sabtu malam 24.50 wib 9 agustus 2008

Thursday, August 7, 2008

pak eko membohong gue

duh, penyesalan ini rasanya percuma hadir
bahwa teman baik semasa kuliah dulu
membohongiku
dengan mengatakan jadi marketing
perusahaan pialang saham
nyatanya
kemarin nunung cerita
ketemu aroel di new york
new york amerika
dia lari kesana
setelah membohongiku duapuluhjuta

aku seperti berhenti bernafas
kalau dulu dia tak kubantu
kalau dulu aku berhati-hati
kalau dulu kubiarkan uang itu di deposito

ah, penyesalan tak berguna
istrinya janji oktober mau mengembalikan
semoga uangku tak hilang
ya, semoga
kalau hilang
aku akan menulis ke kedutaan indonesia
ke konsulat di new york
bahwa ada pelarian dari indonesia
malak seorang ilenk

pak eko pak eko
kau tega tega teganya padaku
uang itu tabunganku terakhir
sebelum kuingin mendirikan toko buku

jakarta, 14.32 siang hari nyolong waktu kerja

ada beberapa laporan hilang

begitu ada tulisanku tak masuk di blog, langsung lemes deh. gimana ga lemes, enak-enak nulis dah dikirim tapi ga masuk.......tapek deh !!!

maren reboan sukses lagi, dibandingkan dengan yg bulan Juni sepi pengunjung, karena bersamaan dengan semifinal piala eropa. kalau kemaren tgl. 30/7 itu pas libur, ada beberapa penyair pengarang senior hadir, aa mbak meidy, pak martin, ibu diah , mas endo, uda akmal, mas kef, mbak ana.......kayaknya pengunjung mbludak seratus lebih lagi....hiks bener bener terharu deh.

kami kami awak pasar malam juga ada rencana mau gawe besar, si sodara broden nurbroden yang mau kasih kerja.....wah kuwi kalo jadi byuh...geger padang kurusetra.

eh, kemaren ketemu kang UHK, sempat dikritik, blogmu kok jarang kamu isi...kikikikikiki...buklan jarang..kaang suka males nulis, kebanyakan nulis...hahahaha nulis bon kaleee..

yayaya mulai sekarang aktif lagi ngisi....

habis lagi sedih, habes kelahi ma bos soal anggaran, dan vie pergi jauh ke kalimantan, sepi sunyi sendiri....halah !!!!

kaang aku suka bingung
bicara salah
mengingatkan salah
padahal kerugian sudah di depan mata
apa musti aki diam
seribu kata tak perlu diucap
hanya dibathin
dan membiarkan sebelas temanku mati kelaparan??
apakah itu solidaritas namanya ??

aku seperti berjalan sendiri
berjuang sendiri
di kantorku
sekarang ini

14.30...jakarta pas jam kantor

Monday, July 28, 2008

di bogor

telepon berdering
dalam irama desing keyboard dan kerlip kerlip monitor
"yu, di bogor ada teh benalu?"
swara serak sembilu menembak dari jauh
"mau brapa kwintal ? jelas ada"
"katanya bisa untuk obat?"
begitu banyak orang berucap
cuma obat kantong kering yang tidak mempan

ah, ya, nanti akan ku giring teh benalu untukmu
untuk mengobati pilunya paru-parumu
biarlah ku sempatkan menyisir bogor sampai puncak
demi dirimu

*setelah menerima talipon dari kanjeng sunan mbelgedes..."

jakarta, 25 juli 2008 10.42 wib

rri pro 2fm resensi Lanang...

untuk jam 15.00 di RRI Pro 2 FM 105.1 Jakarta tentang Novel Lanang, akan bicara para pembahas dahsyat (alvabetical):

1. Dian Ilenk Rembulan alias Dursilawati alias Nyi Woro Ciblon
2. Pakcik Ahmad alias Ahmad Maulana alias Nama yang Bergema
3. Sahlul Fuad alias Caklul alias Gus Lul

MERDEKA!!!!!!!!!!

Sunday, July 27, 2008

reboan di RRI Pro 2FM

Setelah tampil di acara Pro Resensi di RRI Pro 2 FM pada 22 Juni lalu
tentang Sastra Reboan, kini para awak panitia dapat giliran untuk
berbincang di radio yang sama. Semuanya dalam hari yang sama yaitu
Minggu, 20 Juli 2008 ini.

'Lanang' akan dibahas pada pukul 15.00 menghadirkan Yonathan Raharjo,
dilanjutkan dengan topik 'Puisi Indie' bersama Johannes Sugianto dan
Budi Setyawan pada 16.00 dan berikutnya mulai 17.00 menghadirkan
penyair Setio Bardono dan Dedy Tri Riyadi.

Acara ini bisa didengar di gelombang 105.1 FM, dan jika ingin ikut
nimbrung bisa hubungi telp. 345-9151, 352-2185, 352-2186.

Satu lagi, berkat teman kita, Lia Achmadi yang penyiar dan MC handal,
isi acara Reboan bisa didengarkan seminggu sebelum berlangsung

DI Ruang Itu , Ibu, KAU Sebening Embun Sehangat Kopi

Dalam ruang lengang Jumat sore tanggal 25 Juli 2008, lagi seorang penyair yang saya kenal bersahaja meluncurkan kumpulan puisinya malam itu. Dengan cover luar yang menarik dan kolaborasi yang menawan antara puisi dan gambar yang dihasilkan oleh beberapa fotografer menghiasi halaman luar dan dalamnya, menambah nilai lebih buku yang tidak tebal ini alias tipis. Bagai dara cantik yang baru tumbuh dengan kerampingan buku dan design cover luar dalam ditambah isinya yang istimewa, menjadikan saya jatuh cinta sejak pandangan pertama terhadap buku puisi ini.
Beberapa kali saya sudah menikmati sajak-sajak Epri di milis maupun yang termuat di Koran atau majalah, dimana susunan katanya mempunyai roh, sehingga saya kepincut untuk selalu merenung bait-bait setelah jeda waktu selesai membacanya.
Seperti menemui oase yang hilang, diantara gemuruh style penciptaan puisi oleh kebanyakan penyair jaman sekarang yang mempunyai kemiripan satu dengan lainnya, dikarenakan apa mereka sengaja menciptakan puisi disesuaikan dengan selera pengasuh rubrik Koran dan majalah atau keinginan untuk segera puisinya bisa di pajang di Koran atau majalah (Remy Soetansyah malam itu menyindir “kalau belum di muat di kompas belum jadi penyair” Apa iya !?), sehingga kadang mereka menggadaikan imajinasi dan creativitasnya sehingga hanya seonggok puisi yang membuat saya sebal dan kadang-kadang pengen muntah (padahal tidak sedang hamil) atau bahkan lebih ekstrim, saya sempat berpikir apa iya mereka para penyair itu sudah berkolaborasi dengan pengasuh rubrik Koran dan majalah mengadakan pembodohan pada pembacanya?, hanya menerbitkan bentuk puisi yang itu-itu saja. Kadang sering saya jumpai kata-kata yang hampir mirip satu sama lain, padahal otak masing-masing manusia ini tak ada yang sama dalam penciptaan imajinasinya, daya kreatifnya, kecuali kalau kita terlibat dalam satu konspirasi penciptaan tertentu yang sudah terpatron.
Epri salah satu penyair yang berani tampil beda dari euphoria penyair masa kini, pemula yang telah membuat kumpulan puisinya dijadikan buku dengan judul “ Ruang Lengang” . Buku cantik ini terdiri dari 44 puisi, dimana hampir semua puisi Epri menyajikan ketenangan, kesunyian, kedalaman pada jiwa manusia dan rangkaian kata-katanya mempunyai roh yang kuat, walau hanya terdiri dari beberapa kumpulan kata-kata saja, namun bisa membawa pembacanya merenung, mengambil nafas sejenak, menerawang, dan yang terpenting adalah menciptakan ketenangan, kelembutan.
Ditemani James Blunt menyanyikan 1973 pada malam yang sepi , saya mulai menjelajahi alam pikiran Epri dikedalaman kata-katanya.
Saya teringat ucapan Jamal D. Rahman ketika membedah buku ini pada launching hari Jum’at, dan sepakat dengannya ketika membaca susunan kata dalam puisi yang berjudul “Di Ruang Itu”. Epri membawa pembaca untuk masuk ke dalam relung jiwa manusia yang terdalam, dia tidak mengajak kita ke luar dari pikiran kita, karena yang di luar itu memang realita, tetapi mengajak kita masuk ke dalam diri kita masing-masing, ada apa yang ada dalam diri kita ini?
Di Ruang Itu
Di dasar ruang hatimu kutanam sunyi
Sebuah tempat yang selalu bisa kudatangi
Kapan saja aku mau termangu

Hari ini aku datang ke situ
Memandangi kamu yang galau

Lalu aku tulis sebuah sajak yang tak selesai
Kuletakkan di salah satu dindingnya

Kau boleh melengkapinya kapan saja
Atau membiarkannya basah sendirian
Dengan tetes airmatamu

Sajak ini berbicara ketika kita sedang galau, kata hati ini mengajak kita masuk ke dalam jiwa untuk merenung tentang apa yang harus kita lakukan dengan kegalauan hati kita. Biasanya kata hati kecil selalu memberikan solusi atau jalan keluar, disini Epri menulis “lalu aku tulis sebuah sajak yang tak selesai”, artinya solusi yang diberikan hati kecil kita memang tidak tuntas, tetapi mengajak logika rasionalitas kita meneruskan untuk menyelesaikan masalah yang kita hadapi, diakhir bait “kau boleh melengkapinya kapan saja/ atau membiarkannya basah sendirian / dengan tetes airmatamu”. Suatu ending yang menggigit.

Entahlah, pada saat launching kemarin, saya lupa menanyakan, mengapa dia membuat puisi dengan judul “kematian” sampai lima kali. Saya menjauhkan “tanda” atau “tahayul” tentang penciptaan puisi kematian seperti beberapa penyair membuat puisi dengan judul itu, kemudian tak berapa lama mereka benar-benar tiada. Dalam imajinasiku menangkap roh dari kata-kata yang terangkum di dalam sajak Epri adalah memperingatkan kita semua akan datangnya kematian yang setiap detik pasti akan terjadi dengan selalu kita mengingatnya “sudahkah kita siap menyongsong mati ?”

Dari lima puisi kematiannya, saya sependapat dengan Dani moderator pada Jum’at malam itu, bahwa puisi dengan judul “Kematian 4”, membuat bulu kuduk merinding sejenak.
Waktu semakin larut, dengan iringan The Used menyanyikan sayup-sayup The bird and the Worm, saya membaca lamat setengah berbisik sajak ini.

Kematian 4

Berdiri di antara 3 jembatan

Sepotong kain putih tanpa kacing

Sebuah buku diari

Sesobek alamat
dan petunjuk jalan

“Berdiri di antara 3 jembatan”, mengingatkan saya akan hadist rosul yang mengatakan hanya 3 perkara yang akan menolong kita kelak di alam abadi yaitu amal perbuatan kita selama di dunia, harta atau ilmu yang di tinggalkan yang bermanfaat untuk kemanusiaan dan do’a anak yang saleh. “Sepotong kain putih tanpa kacing “ sama dengan kain kafan. Ya, hanya kain kafan sebenarnya harta yang tersisa yang dibawah ke alam abadi. Semua kemewahan, hiruk pikuk duniawi takada satupun yang mau ikut serta kecuali hanya sehelai kain kafan tanpa kacing, karena memang tidak di jahit (mengapa Tuhan tidak menyuruh kita untuk menjahit?, karena beliau kuwatir kita akan memperagakannya di sana, peragaan busana sudah tidak dibutuhkan lagi, hanya peragaan amal kebajikan yang diperlukan dan itu tidak butuh baju secara harafiah). “Sepotong diari”, jelas disini adalah buku amal kebajikan kita selama di dunia. “Sesobek alamat dan petunjuk jalan”. Alamat cukup satu yaitu Istana Arz di lapisan ke tujuh tempat singasana Allah dan petunjuk jalan adalah abdinya yang setia Malaikat.

Evanescence berteriak lembut dengan Call me when You’re Sober menemaniku menjelajahi lebih lanjut. Terpaku sejenak pada judul sajak “Pergi”, mengambil nafas perlahan dan memory memutar kembali kutipan dari Jamal D.Rahman bahwa dalam sajak ini Epri membawa kita ke dunia batinnya, di sini dia menegaskan betapa terbatasnya dunia dalam kita sebagai manusia. Dan sajak ini berhasil dibawakan dengan indah, lembut, mengena dalam musikalisasi puisi anak angin pada jum’at itu.

Pergi

Aku pergi menulis
Kamu lambaikan tangan
Lalu bilang, “Selamat jalan, hatihati ya!”

Padahal aku pergi
Ke dalam ruang sepi
Hatimu

Suatu saat kalau kau
Sudah sadar, kau mungkin
Akan bilang, “Selamat datang, kau betah di sini kan sayang?”

Untaian kata di atas itu mengingatkan kita bahwa bila hati kita merasa tidak nyaman, biasanya kita suka merenung sejenak tanpa sadar sebenarnya hati nurani menyapa kita dan selalu menemani, memberikan ruang sejuk pada kegalauan pikiran kita, sehingga membuat pikiran kita kembali menjadi tenang.

Panic at the disco dengan I write Sins, not Tragedies, menembus semakin dalam roh pada sajak-sajak Epri. Kali ini sajak yang dibuat tipografi dengan judul KAU. Pada saat pertama saya menerima buku ini dan membukanya, saya sudah suka dengan sajak ini, dan penafsiran saya tentang makna dari sajak ini ternyata sama dengan penafsiran yang diungkapkan oleh Jamal pada malam itu, namun yang menjadi surprise adalah sang penyair tidak mengira bahwa tipografi dalam sajak ini ternyata membentuk penafsiran yang mendalam tentang sajak ini sebagai semacam sajak keprihatinan sosial masyarakat kini.


KAU

L S T
a e e
n r r
g I s
k n e
a g o
h k
k
u
terluka dalam perih

sungguh aku tak perduli
bila KAU masih ada
:di setiap

t a m
e I a
t r t
e a
s k
u

Jamal mengatakan bahwa “cakrawala” sedangkan saya lebih suka mengatakan “roh”. Ya, kata di tangan penyair seperti mempunyai roh untuk memberikan pencerahan pada pembacanya, memberikan suatu tanda atau sinyal kehidupan yang tidak tertangkap secara kasat mata. Rangkaian kata yang disulam begitu indah oleh penyair seakan hidup dan menantang pembaca untuk menafsirkan selaksa makna. Pada puisi KAU ini, KAU yang ditulis dalam huruf besar ini bukan mewakili TUHAN seperti pada umumnya penyair suka menulisnya, tetapi ENGKAU YANG ANGKUH (kutipan Jamal). Karena kalau kita menafsirkan Tuhan maka maknanya akan skeptis pada kalimat “sungguh aku tak peduli/bila KAU masih ada/di setiap…”

Epri mengajak kita merenung tentang kondisi sosial masyarakat kita saat ini, dimana harga-harga yang melambung, sehingga sering membuat langkah kita ini terseok dalam luka dalam yang perih. Dalam tipografi yang dibuat di atas dimana kata “langkah , sering, terseok” dicetak dari atas kebawah menyiratkan bahwa kebijakan-kebijakan yang datang dari atas (pemerintah), sering membuat masyarakat menjadi terseok (tipografinya melengkung menyiratkan bagimana kita jalan dengan terseret gontai). Selanjutnya karena sudah seringnya kita menerima kebijakan yang demikian parah, menjadikan kita menjadi tak peduli, acuh tah acuh, cuek (emang gue pikirin! ) dengan “sungguh aku tak peduli bila KAU masih ada di setiap tetes air mataku”.
Sajak yang perih dan dalam bahwa pada akhirnya kita hanya bisa pasrah terhadap kondisi sekarang ini.

Di samping puisi kedalaman jiwa dan kritik sosial serta kematian, Epri juga membuat indah rangkaian kata selarik puisi tentang kerinduan dalam cinta.

Dentingan lembut gitar Andra mengiringi nyanyian Sempurna memeluk malam yang semakin larut dalam sajak Sebening Embun Sehangat Kopi.

Cinta menetes bersama embun
Mengepulkan larik rindu
Di atas seduh kopi

Mengerjap mentari
Mengayuh sepi

Malam ini saya menikmati capucino sambil membayangkan kerinduan di asap yang mengepul. Dalam sepi rindu biasa datang dan saya menikmati sampai tuntas minuman dengan helaan nafas, dan tanpa sadar mengirim sms, tak seberapa lama bunyi siulan dari hp menandakan sms jawaban masuk. “Jam sgn belum tidur, lg ngapain?”, sedang menyetubuhi puisi, jawaban nakal kukirim. Tak lama hp mendering lirih , dan kemudian suara mbakyu dari Jember nyerocos rame. “Aku ada pesanan catering, makanya belum tidur dan kowe, walah edan! masih nulis puisi toh !”.

Sepertinya puisi dengan judul Ibu merupakan puisi wajib yang harus dibuat oleh banyak penyair. Ya,Ibu adalah muara dari segala muara. Epri menulis puisi untuk dipersembahkan pada ibunya sampai 3 puisi. Semua sajaknya saya suka, sederhana, dalam makna dan kerinduan saya terhadap almarhum ibu malam ini menjadi lekat dan mencengkeram laksana vampire mencekik leher.

Ibu

1/
engkau adalah jutaan dongeng
yang mengantarkan malamku dari bintang ke bintang

2/
aku guratkan jutaan kata
untuk menutup malam

ibu hanya ajarkan satu kata
untuk menatap matahari

Pada Jum’at malam itu puisi ini dimusikali dengan iringan alat musik sintren. Mendengarkan dentingan senar sintren dengan melantunkan tembang irama mendayu sang sinden menyanyikan dengan penghayatan penuh, membuatku ikut hayut.

Pendakian gunung Gede yang pernah dilakukan penyair ini , dituangkan dalam 4 puisi. Salah satu puisi yang berjudul Edelweis mengingatkan saya pada laku masa lalu, suka mendaki gunung bila resah hinggap di dada. Dan memory menari membuka masa pendakian di Semeru, rebah di hamparan edelweiss, ketika kehilangan seseorang untuk selamanya. Petikan gitar dalam lagu Hanya Untuk-Mu dari Ten2Five mengalun lembut menjerat saya terhisap di masa lalu sejenak.

Edelweis

1
engkau adalah kumpulan kabut
yang terhimpun di puncak sepi

membawa pesan keabadian
untuk terus mendaki kehidupan

2
batu dan kawah itu bersaksi, kau adalah
campuran dari desir impian para pendaki,
gumam dingin kabut, letupan magma belerang,
dan titisan pena awan yang merindukan
bumi

Tiang Listrik di depan rumah dipukul satu kali, menandakan sudah jam satu dini hari. Mata sudah tak dapat diajak kompromi lagi, saya menyudahi dengan tuntas semuanya. Hanya satu yang dapat saya ucapkan “rangkaian katanya indah , tenang dan dalam”

Cover belakang tercetak hasil fotografer Wib dengan judul Sepi yang menggambarkan jejak kaki di pasir dan di bawahnya tercetak tiga baris puisi berjudul Berlari. Aku berlari pada pasir / lalu kami saling mengurai nyeri / dan begitu sibuk mengumpulkan air mata. Suatu pasangan gambar dan puisi yang menyiratkan pendalaman arti yang sama.

Saya berharap Epri tetap membetuk jati diri dalam penciptaan puisi, tidak mengikuti trend sekiranya itu tak perlu. Jangan gadaikan imajinasi dan kreativitas pada keadaan semu. Karena banyak kata bisa disulam menjadi roh demi menyampaikan “sesuatu yang sunyi” dalam hidup ini.

Bogor, sabtu 26 Juli 2008 dan minggu 27 Juli 2008 dini hari 01.00 wib.

Monday, June 23, 2008

jakarta bogor, diantara keinginan terpendam

: vie

ruang waktu masih tersedia
padahal tadinya mau menuju arah berlawanan
tetapi keinginan untuk tetap bersama
walau debu dan bau keringat
tak menyurutkan
biarkah merajut berdampingan
beriringan

"ntar antarkan aku ke utan kayu ya?
"wah, aku tidak bawa helm dua"

rasa kecewa tersendat di ujung terminal
tapi tak urungkan niat

"ya udah biar nanti naik bis dari UKI"

rasa geram campur sedih sejenak mampir
tapi tak membuat semua menjadi kering
berjalan lembut
dan sekarang telah berubah
jarak bogor jakarta terasa cepat berjalan
ah, mengapa tidak saja terjadi kecelakaan?
atau macet ?

walau duduk terpisah tak membuat nada hilang
sesekali tatapan lembut terlempar
di antara dengus penumpang lainnya
sentuhan di pundak
membuat hati menjadi lega

sampai kemudian di tunggunya
berpisah di terik panas siang yang sengat

ah, sayang tak ada tutup kepala itu
coba tadi kukabarkan suruh bawa dua helm

ah, ah, ah
biarlah kali ini keting
masih ada waktu berbicara
entah kapan

yang jelas membuatku riang
perubahan itu ada dan terasa

10.30 wib. (catatan sabtu 21/06/08)

Thursday, June 19, 2008

selamat pagi

embun menguak pagi sepi
dalam hening
air wudhu yang mengalir
dipancuran hati
terasa sejuk
menyetubuhi di subuh halimun

suara kodok dan jengkerik
berirama dengan pengajian
lamat-lamat takbir memijit sukma
lembut
tenang

selamat pagi dunia !!
apa kabar hari ini ?

7.45 wib jum'at pageee

Tuesday, June 17, 2008

hembusan asap

hari ini ribuan tahun silam
ketika masih hidup dinosaurus
dan jaman palaentologi menyelinap
di mimpiku dan mimpi bulan
jauh langit masih merah membara

kau menyelinap bersama telur telur nenek moyang buaya
menari nari beludru bahkan tertawa
semakin lebih terasa
kurasakan
lukisan lidah yang terjulur
menghias rindu bias semakin dalam
erangan binatang puba
akhirnya menutup asaku

jakarta, 11.30wib

Wednesday, June 11, 2008

perenungan

beberapa hari ini, aku merenung
ada beberapa tugas kantor yang masih tergantung
belum ada satupun selesai
muncul terus persoalan baru
secara berangsur-angsur meniti pagi pagi yang sudah semakin sesak
di hati
di kepala
di tubuh
lelah
keinginan untuk bersandar segera
berlibur
belum kesampaian
padahal aldymy sudah mau liburan

pertama persoalan bonus,

aku semakin tidak mengerti, mengapa orang sudah diberikan rejeki banyak masih serakah dan tak tahu diri.
iwan nuntut pembagian bonus sampai juni, padahal sudah jelas jelas dia sejak th. 2003 diperbantukan di anak perusahaan, alasan perubahan akte notaris jabatan dia ke dua jadi direktur diperpanjang sejak juni. Ah, apa pula dng akte notaris? bonus tak ada hubungannya dng akte notaris jabatan dia.

kemarin aku menghitung bonus dia sudah pas, sejak mei dia dipertegas diperbantukan di anak perusahaan, padahal kalo mau runtut kebelakang dia sama arifin ya enggak dapat.

sudah ditaruh di anak perusahaan masih pula merugi sejak awal berdiri, di rongrongnya biaya-2 dengan korupsi kecil-kecilan.
apakah dia tidak takut dng hari pembalasan? adakah muka malu sudah tak ada lagi di hati dan wajahnya hanya karena nafsu uang..uang uang...jadi ingat lagunya pretty girl dulu.

maka dengan kepala dingin sedikit sadis , ulah orang macam iwan begini yang merupakan benalu di setiap perusahaan harus dibinasakan.. binasakan hati nuraninya dulu baru badannya.
manusia itu sekumpulan hati nurani kan?kalo sekedar tubuh mati sudah akan dirubung ulet...kelabang..kecoak dan teman-2nya....namun hati nurani..jiwa kan hidup sampai kiamat.

aku hanya berharap di setiap keheningan malam, bahwa hati nurani iwan dan arifin bisa terbuka sadar dan sesadar-2nya bahwa untung masih aku kasih bonus, coba kalau tidak.....bisa tereak bugil keliling monas...alamaik....

soal kedua.
renovasi ruangan !
ah, lagi lagi minta dua tiga pemborongan...hanya renovasi kecil musti pembanding pembanding terus...sedangkan bos cetak company profile di temennya ga pake pembanding...itu tidak fair....adakah perbuatan boss selalu fair? ah sejuta cuman atu...

soal ketiga
ini krusial kayaknya
System...belum belum selesai molor molor terus....setahun dah lebih system dibuat ...pemogramannya ga prof banget..mintanya duwit duwit..tapi implementasinya di server ga jalan blass...apa pula maksudnya ini...?
karena sudah terlanjur bayar uang muka 20 juta, maka seenaknya saja dia melenggang,...keterlaluan...
semalam seh udah minta bantuan adeknya pak sugi yang tempo hari bawa itu orang...minta bantuan untuk menyelesaikan permasalahannya...kemarin ya sms umpat-umpat kan lucu..ndak prof blasss....aku paling tidak suka orang tidak berani bicara walau itu jelek sekalipun...apa ya mempertanggung jawabkan begitu...rasanya aneh kalo jadi saling lempar makian...

soal ke empat..kelima..seterusnya...walah puyeng

rasanya jadi pengen berhenti bekerja saja...minta resign duluan...enak kali yaaa...pa lagi kalo disangoni...kekekekekekek....biar bisa buka warung buka toko buku seperti keinginan.....ahh kapan itu terjadi

kata su chen dulu, kalo kamu punya keinginan jualan ya sudah cepet cepet saja jualan, modalnya ya dikit dikit saja dulu, yg penting jualan jgn takut rugi...ah su chen dimana kamu yaaa...??? anakmu pasti banyak dan pasti pinter main basket..wong kamu termasuk tim inti jawa timur basket weee..

ahhh pagi pagi dah ngelantur

jakarta 7.45 wib

Sunday, June 8, 2008

wawancara di radio bahana family

kudunya eh laporan ini kubuat pas hari kamis maren tanggal 5 juni 2008 jam 12 siang...tapi gimana lagi, kerjaan kantor akhir-akhir ini menggunung.

sesuai janji sama cak dur Yonathan gue akhirnya jadi juga diwawancarai di radio bahana family dalam rangka bulan sastra, kali ini wawancara soal bukunya cak dur yg baru launching Lanang.....sebagai teman seperjuangan ada baiknya gue ikutan mempromosikan buku tersebut.

seumur-umur gue dah luamaaa kaga diwawancarai di radio lage....hehehehe jadi maren termasuk langka juga, pas kudu ijin bohong lagi ama boss....dasar deh. !

wawancaranya seru banget...dan gw merasa bahagia banget teranyata banyak pendengar sudah baca buku Lanang, dan seperti biasa buku ini kan mengundang kontroversi soa ejaan atau apa lah katanya yg orang sastra atau merasa sok tau sastra dikecam..padahal HB Yassin mengajariku dalam buku-2nya kalau kita mengkritik itu harus berimbang....

tapi dengan wawancara hari itu gue puas banget, dan keliatan cak dur juga senang ternyata mereka mengaparesiasi suku ini tidak pusing soal ejaan atau bahasa yang rumit tetapi oleh tema. Ya buku novel ini kaya akan tema. Pengarang yang baik adalah pengarang yg mau menyampiakan sesuatu untuk pembacanya. di novel Lanang ini cak dur ingin menyampaiakn tentang hasil rekayasa genetika yang sekarang ini sangat sangat membahayakan.

pada saat aq diwawancara aq terangkan bahwa heru yg ada di jerman yg kerja sebagai ahli mikrobiologi itu cerita kalau pada waktu yang akan datang bisa saja babi rasa daging sapi supaya haal, atau kambing rasa sapi..atau sebaliknya...karena persilangan gen yg luar biasaa...wah bisa bahaya ini.

dalam dunia kosmetika kita semua tahu bahwa banyak hasil rekayasa genetika ini dipakai.....bisa bisa lagunya broery semangka berdaun sirih bisa kejadian.

bagaimana tidak bukankah semuanya itu cukup beralasan...dan rupanya dari delapan orang yg mengirim ulasan mereka sependapat dng gw soal rekayasa genetika ini.

dan novel Lanang bisa dng gamblang menceritakan kejadian semuanya aitu bakal dimasa yg akan datang tidak lagi menjadi cerita fiksi namun cerita sesungguhnya.

dan pulang jam 11 sampe kantor lagi......membawa kenangan indah buat perjalannan membantu pemasaran Lanang.

Sebuah karya sastra akan menjadi bernilai bila dia diapresiasi oleh orang-orang yang bukan sastra dan membelinya sebagai tambahan pengetahuan.

hidup LANANG...MERDEKA...salam bahagia buat Cak DUR...YONATHAN..

13.45 wib...waktu kantor..

Monday, June 2, 2008

LANANG, apresiasi penerawanganku

RINDU DENDAM CINTA TRANSGENIK
Oleh : ilenk rembulan
Judul Buku : LANANG
Penulis : YONATHAN RAHARDJO
Editor : A. Fathoni
Cetakan : I, Mei 2008
Penerbit : PUSTAKA ALVABET
Harga : Rp. 55.000,-
Tebal : 440 halaman

“Kita menggunakan bakteri dan jamur transgenik untuk memproduksi obat, enzim, vitamin dan materi-materi lain yang penting dan mampu menggantikan fungsi bakteri-bakteri atau jamur alami yang berperan dalam pembuatan pakan ternak.
“Orang berusaha meningkatkan produksi bahan-bahan penghasil protein hewani dengan teknologi. Namun jangan lupa, teknologi juga bisa menimbulkan masalah. Demikian juga teknologi rekayasa genetika yang memunculkan makhluk yang sudah dimodifikasikan sifat-sifat keturunan bibitnya”
Di jaman yang sudah semakin maju ini, pemikiran manusia berkembang dengan pesat untuk mencukupi kebutuhan hidup bagi jutaan bahkan milyar manusia di bumi untuk kebutuhan pangannya. Agar kebutuhan akan gizi dan semua zat pembangun bagi pertumbuhan raga dan jiwa manusia tercukupi, maka segala macam percobaan genetika dilakukan demi terpenuhi kesemuanya.
Kadang tak jarang para ahli di negara maju menggunakan rekayasa genetika dengan menyilangkan berbagai macam gen makhluk hidup demi terpenuhi kebutuhan meningkatkan produksi dari ternak maupun hasil pertanian. Hasil dari rekayasa ini biasanya disebut produksi transgenik.
Bagi sebagian negara maju ada yang melarang penggunaan hasil ini, namun banyak juga sebagian besar negara telah menggunakan hasil rekayasa tersebut baik langsung maupun tidak langsung.
Terbukti dengan munculnya penyakit sapi gila, kemudian flu burung dan lain-lain penyakit yang mulai timbul dari hasil negatif penggunaan penemuan tersebut.
Bagaimana tidak gila sapi-sapi tersebut, ternyata menurut penelitian di dalam pakan ternak dicampuri tepung dari tulang sapi itu sendiri. Tanpa sadar sapi-sapi itu yang tadinya termasuk hewan herbivora berubah menjadi secara tidak langsung karnivora. Hewan makan dari tulang temannya sendiri, yang tentunya hal ini sudah menyimpang dari pola lingkaran makan hewan herbivora tersebut.
Di samping itu munculnya trend pola makan sebagian manusia di negara maju yang serba fastfood dan kemudian menjalar ke negara berkembang, telah menimbulkan berbagai macam penyakit seperti kanker, diabetes yang semakin meningkat juga penyakit lainnya di mana pada masa dahulu tidak ada atau muncul, pada jaman sekarang mulai muncul dan menyebar.
Apa jadinya bila gen penentu sifat makhluk hidup semisal kambing yang digabungkan dengan singa maka akan menghasilkan hewan singa berkepala kambing atau sebaliknya kambing berbadan singa. Hal ini bisa terjadi dari hasil transgenik yang dikembangkan oleh kepandaian manusia yang pada akhirnya menjadi keblinger ataukah sah-sah saja? Apakah tidak melawan kodrati Ilahi dengan memporak-porandakan hasil ciptaanNYA?
Novel Lanang pemenang harapan II Sayembara Novel DKJ tahun 2006 ini, menceritakan salah satunya adalah penelitian dan pembuatan pakan ternak yang dihasilkan dengan rekayasa genetika atau yang disebut transgenik. Tema yang menarik yang digarap pengarangnya yang seorang dokter hewan, dengan beragam istilah ilmiah pada bidangnya ini, menambah wawasan tentang apa sebenarnya hasil penemuan transgenik itu sebenarnya, yang sekarang sebagian telah menjadikan buah bibir masyarakat tidak saja peternak maupun petani namun juga orang awam.

SINOPSIS
Dimulai pada suatu malam, seorang dokter hewan bernama Lanang menolong persalinan induk sapi perah yang melahirkan di lembah pegunungan jauh dari keramaian kota, tempat bermukim puluhan peternak sapi perah.
Lahirnya anak sapi yang ternyata jantan tersebut disambut gembira peternak bernama Sukarya dengan harapan anak sapi tersebut menjadi besar dan bisa meneruskan membantu menopang kehidupan Sukarya sekeluarga.
Namun sayangnya kegembiraan tersebut tidak berlangsung lama, karena kemudian anak sapi perah yang baru lahir tersebut kemudian terserang penyakit yang misterius dengan perut berbintik-bintik merah di depannya, giginya kotor, lidah biru, gusi busuk berbuih putih keruh, perutnya membesar dengan cepat kemudian pecah dengan isi yang terburai dengan dinding-dinding organ dalam terbelah kemudin muncul bisul merah, biru, hijau, hitam keruh.
Dokter hewan Lanang yang berkerja di koperasi susu di daerah pegunungan tersebut tempat para peternak menggantungkan kepercayaan bila sapi-sapi perahnya bermasalah menjadi kalut, bingung, geram dan hampir putus asa tidak dapat menjawab gerangan penyakit apa yang kemudian secara luas menyerang sapi-sapi perah milih peternak sapi perah. Anehnya hanya sapi perah yang diserang tidak dengan sapi potong, walaupun sama-sama jenisnya sapi tetapi antara sapi perah dan sapi potong berbeda variannya.
Bersamaan dengan kematian anak sapi pada waktu kelahirannya tersebut, pada malam setelah Lanang membantu persalinan, dia dikejutkan dengan datangnya makhluk aneh yang mirip burung tetapi bentuk tubuhnya seperti babi hutan yang masuk menyeruduk ke dalam rumahnya. Istri yang baru dinikahinya sempat shock dan menjerit ketakutan, setelah diusir sepertinya mahluk terebut cepat hilang dan tak berbekas.
Antara percaya dan tidak Dokter Lanang mencari tahu tentang penyakit tersebut dan apa hubungannya dengan kemunculan hewan yang dirasakan aneh. Antara ilusi dan kenyataan sepertinya tidak bisa terlepas di alam pikiran Lanang.
Penelusurannya tentang penyakit yang telah membuat heboh pemerintah dan para ahli dibuat pusing tentang penyebabnya, munculah seorang dukun hewan yang bernama Rajikun yang mengatakan bahwa penyakir tersebut disebabkan oleh burung babi hutan. Pada awalnya Lanang masih tidak berani untuk bercerita bahwa dia dengan mata kepala sendiri telah bertemu dengan makhluk tersebut yang dikiranya mahkluk jadi-jadian, namun dengan penjelasan dari Dukun Rajikun maka makin kuatnya tuduhan bahwa penyakit yang menyerah seluruh sapi perah sehingga mati tersebut adalah burung babi hutan yang menjadi hewan perantara penyebaran kuman.
Para ahli yang ditugasi untuk meneliti penyebab dari penyakit tersebut merasa terkalahkan hanya oleh seorang dukun hewan yang memaparkan penyebab kematian yang sebagian menyisakan tanda-tanya, seperti apakah bentuk burung babi hutan tersebut. Mereka mentertawakan cerita dukun tersebut karena cerita yang berbau klenik tidak dilandasi ilmiah sama sekali, namun tidak dengan Dokter Lanang yang pernah bertemu dengan makhluk. Apa yang dipaparkan oleh Rajikun tersebut membuat pencarian Lanang tidak terus berhenti, bahkan dia ingin menghabisi binatang tersebut apabila bertemu lagi, senapan dan pisau belati telah menjadi kawan akrabnya selama perjalanan pencarian tersebut.
Dalam pencarian binatang tersebut dia mendapatkan telepon dari seorang dokter hewan juga bernama Doktor Dewi seorang ahli bioteknologi lulusan universitas luar negeri yang ternyata adalah bekas pacarnya dahulu semasa kuliah. Doktor Dewi ini bekerja pada sebuah Lembaga Penelitian milik asing yang memperoduksi hasil penemuan untuk meningkatkan produksi ternak dalam pakan ternak melalui pemakaian produksi transgenik.
Lanang tidak mengetahui apa yang telah dibuat oleh Dewi mantan pacarnya itu yang ternyata masih menyimpan cinta yang membara terhadap Lanang, begitu juga dengan Lanang walau sudah beristrikan Putri, ternyata cinta lama kembali bersemi ketika bertemu dengan Dewi.
Di lain pihak Rajikun ternyata bersengkokol dengan Doktor Dewi dan mempengaruhi Sukirno kepala koperasi tempat Dokter Lanang bernaung untuk kerjasama dalam penjualan pakan ternak yang dihasilkan oleh lembaga milik Dewi.
Dokter Lanang pada akhirnya dapat membunuh burung babi hutan tersebut, dan sampel darah dari binatang tersebut telah dikirim pada Pusat Penelitian di ibukota untuk bahan penelitian lebih lanjut. Kebehasilan Dokter Lanang membasmi binatang perantara penyebab kematian sapi-sapi perah tersebut telah melambungkan namanya menjadi orang terkenal. Namun di dalam alam pikirannya hewan aneh tersebut selalu membayangi baik di antara istirahat sejenak ataupun datang dalam mimpi-mimpi tidur malamnya.
Di lain pihak keberhasilan Dokter Lanang membasmi hewan tersebut harus ditebus dengan kehilangan istrinya yang ternyata berselingkuh dengan dukun Rajikun yang sebelumnya dukun tersebut telah menuduh Lanang menjadi pencipta binatang tersebut pada suatu seminar yang dihadiri para pakar dokter hewan, juga pengkhianatan pimpinan Koperasi Sukirno, yang kemudian ternyata mereka itu bagian dari konspirasi Doktor Dewi.
Doktor Dewi dengan lembaganya tersebut berhasil menguasai produk pakan ternak secara monopoli dengan adanya penunjukan dari pemerintah. Dia berhasil menguasai pimpinan tertinggi di Kementrian Kehewanan dan laboratorium miliknya semakin berkembang dan dengan leluasa dengan kepandaiannya dia menghasilkan makhluk-makhluk aneh hasil rekayasa transgenic tersebut untuk memenuhi kebutuhan pelanggannya.
Lanang dengan kesendirian tersebut masih menyimpan pikiran positif terhadap Dewi dan cintanya yang telah tumbuh kembali terus mencarinya, sampai pada akhirnya dia bertemu dengan Dewi namun tidak di ruang waktu seperti biasanya, tetapi Lanang telah dijadikan obyek rekayasa genetika berikutnya oleh kegilaan dan kebengisan Doktor Dewi.

KARYA YANG MENGANDUNG UNSUR ILMIAH
“Harap segera dikirim hormon transgenik untuk meningkatkan produksi susu, sejumlah Bovine Somatotropin Hormon yang dapat meningkatkan produksi susu dua puluh persen serta memperpanjang masa menyusui”
“Harap segera kirim Porcine Somatoropin Hormon yang dapat meningkatkan produksi babi sebesar dua puluh persen dan mengurangi kadar lemak, dan kadar protein bisa meningkat”
“Selain bermanfaat, produk transgenik untuk meningkatkan produksi susu dan daging merangsang terjadinya penyakit. Hormon Recombinan Bovine Somatotropine pada sapi memang dapat merangsang sel penghasil susu, sehingga meningkatkan produksi. Namun penyakit mastitis atau radang kelenjar susu meningkat sangat tinggi. Imbasnya, pemakaian antibiotika sebagai obat penyakit ini menjadi meningkat, residu antibiotika juga sangat tinggi. Residu di atas ambang batas menyebabkan bakeri kebal terhadap antibiotika.”
“Pemakaian hormon tersebut juga akan meningkatkan dalam air susu yang diproduksi kadar faktor pertumbuhan insulin, hormone yang dihasilkan kelenjar ludah perut dan berguna mengatur pembentukan serta penguraian karbohidrat atau zat gula. Pada manusia maupun hewan, faktor pertumbuhan itu identik. Sehingga bayi yang minum susu dari sapi yang disuntik hormon itu punya risiko menderita penyakit gula darah alias diabetes. Di samping itu produk sapi perah yang diterapi hormon pertumbuhan sapi yang mengandung insulin-like growth dapat meningkatkan risiko kanker payudara, kanker prostat dan kanker usus besar.
Penggalan dialog di atas ini terdapat dalam novel tersebut, bagaimana penemuan ilmiah telah membuat pikiran kita menjadi tahu, bahwa hasil rekayasa genetika ternyata sangat berbahaya. Dikatakan dalam buku tersebut bahwa Hormon Recombinan Bovine Somatotropine pada sapi akan memberikan risiko tinggi mempercepat masa berkembangnya penyakit sapi gila yang disebabkan oleh prion yaitu protein yang terdapat dalam inti sel setiap makhluk hidup, yang menyimpang dari keadaan normal, tidak punya asam nukleat, serta berkembang biak tanpa menyusun kehidupan dasar makhluk hidup berupa DNA dan RNA. Prion ini akan membahayakan kesehatan manusia yang memakan daging sapi, karena sapi yang disuntik hormon ini, akan meningkatkan kadar prion.
Kemudian dijelaskan juga pada novel tersebut adanya penggunaan transgenik susu sapi yang dihasilkan dengan penyuntikan hormon itu kepada kambing, pada sapi akan meningkatkan serangan penyakit Caparine Althritis Encephalitis karena virus retro yang biasa menyerang kambing. Jenis virus ini indentik dengan virus HIV1 dan HIV2 atau Human Immunodeficiency virus, yang menyebabkan penyakit hancurnya ketahanan tubuh bermanifestasi berbagai penyakit pada manusia, yang juga termasuk golongan retrovirus.
Di sini diceritakan bahwa perusahaan pakan ternak mempergunakan produk transgenik untuk menghasilkan pakan ternak yang mudah dicerna dan harganyapun relatif lebih murah. Bahwa sebenarnya perusahaan tersebut juga sudah tahu dampak negatif penggunaan hasil transgenik tersebut pada pakan ternak bila dibandingkan dengan penggunaan transgenik dalam pengobatan bidang kedokteran hewan. Karena pakan ternak diberikan pada hewan tidak mempunyai nilai ambang batas penggunaan.
Dijelaskan juga bahwa kebiasaan hewan yang merumput secara alamiah berpeluang memakan produk tanaman transgenik juga, mengingat kebiasaan peternak suka memberikan makan ternaknya dari sisa hasil pertanian.
Menyelusuri bait-bait kata pada susunan kalimat dalam novel tersebut yang walaupun hanya sebuah novel fiksi namun tentunya pengarang tidak gegabah memasukan istilah ilmiah yang sudah familiar terdengar pada khalayak ramai bahwa produk transgenik semakin berkembang dan sudah tersebar di bumi ini. Di negara maju banyak telah dihasilkan produk tersebut, yang pada akhirnya malah sekarang sudah mulai menimbulkan keresahan dengan mulai banyaknya masyarakat yang sudah melek pengetahuan bahwa dampak negatif bagi kesehatan lebih banyak daripada positifnya, namun pemberitahuan itu tenggelam dengan iklan besar-besaran produk pertanian maupun peternakan yang sudah mengglobal.
Apabila di negara maju di mana masyarakatnya sudah melek pengetahuan, maka produsen ternak ataupun pertanian tidak langsung berkecil hati, mereka dapat juga melempar hasil produksinya pada negara berkembang, apakah kemungkinan Indonesia telah menjadi pasar bagi produk rekayasa transgenik tersebut? Tidak muskil hal ini bisa terjadi, lihat saja membanjirnya produk pertanian maupun daging impor, ayam impor yang relatif terjangkau harganya itu merupakan hasil rekayasa transgenik?
Dampak negatif yang berkepanjang dari penggunaannya, sudah terbayang di depan mata. Apakah tak ada ruang lagi untuk menikmati benar produk yang terbebas dari hasil rekayasa demi kesehatan? Ataukah kita-kita ini sudah terbelenggu dengan perangkap hormon yang menguasai tubuh dengan serapan yang semakin melilit karena pola makan kita yang sudah teracuni hormon itu semakin jauh, sehingga kita sendiripun sudah tercemari sifat-sifat trasgenik, sehingga menjadi acuh tak acuh?
Dengan membaca novel ini, jadi selama ini apakah kita semua telah memakan hasil sebuah rekayasa transgenik? Bagaimana kita akan tahu? Apakah menunggu penyakit dari dampak produk tersebut muncul? Terlalu mahal harga yang harus dibayar untuk mengetahuinya. Novel ini membuat penyadaran pembaca untuk mulai berhati-hati terhadap makanan yang akan dikonsumsi.

MORAL, RELIGI DAN KLENIK
Sisi lain dari novel ini adalah bagaimana kita diperlihatkan pada moral sang pelaku dalam keseharian. Di satu sisi Dokter Lanang sebagai seorang lelaki dengan leluasa mengumbar nafsu sexnya begitu gampang diumbar, dia begitu gampangnya meniduri seorang pelacur yang dia sayangi tapi di satu sisi dia sudah beristri. Di lain pihak, dia pun menjadi begitu religius digambarkan ketika belum dapat memecahkan teka-teki penyebab penyakit yang menyerang sapi-sapi perah tersebut. Dengan meninggalkan istrinya tanpa perasaan ketakutan terjadi apa-apa, dia mencari jawaban dengan berdoa di tempat ibadah dilakukan sendiri. Di sini pengarang seperti membiarkan tokoh Lanang ini berjalan sendiri tanpa diceritakan mengapa itu bisa terjadi. Apakah tidak bisa menjalani beribadah dengan mengajak istrinya? Tentunya akan lebih bijak bila dalam pencarian penyebab itu, dia lebih membagi untuk istrinya dan bersama-sama pergi, daripada membiarkan istrinya di rumah sendiri yang pada akhirnya didatangi binatang tersebut yang kemudian menjelma sebagai dukun Rajikun.
Sepertinya sifat keliaran Dokter Hewan Lanang ini identik dengan hewan yang begitu gampang berganti-ganti pasangan tanpa adanya rasa bersalah.
Beberapa adegan persetubuhan walau digambarkan dengan halus namun terjadi beberapa kali dengan tidak hanya dengan istrinya tapi dengan mantan pacarnya Dokter Hewan Dewi. Perasaan bersalah telah berselingkuh tidak digambarkan kuat, hanya datang sesaat, seperti sesuatu pekerjaan yang biasa saja.
Untuk hal ini novel ini hanya patut dibaca oleh orang dewasa, karena penggambaran tokoh-tokohnya lebih banyak bersifat amoral menurut pandangan umum masyarakat kita yang masih religius. Ada pesan yang ingin disampaikan oleh pengarangnya bahwa keadaan demikian di jaman sekarang kelihatannya sudah mulai lazim. Di satu sisi orang berteriak soal kekeringan adanya dahaga degadrasi moral dalam kehidupan masyarakat, tapi di sisi lainnya kehidupan bebas terpampang jelas di depan mata. Terjadinya kasus-kasus yang menimpa tokoh agama yang seharusnya menjadikan panutan tetapi berbelok melakukan hal-hal yang tak senonoh tergambar dalam tokoh yang bernama Rajikun. Dia ini sebenarnya dulunya bekas imam tempat ibadah Dokter Lanang ketika muda, karena melakukan perbuatan aib dengan salah satu jemaatnya yang seharusnya dia lindungi, tetapi malah “dimakannya” telah tercampakkan keluar dari tampat ibadah di mana dia bernaung. Sampai kemudian tibalah dia bertemu kembali dengan Lanang sebagai dukun hewan dan berkolaborasi dengan Dewi menciptakan hasil rekayasa transgenik.
Dalam kehidupan sehari-hari banyak tokoh-tokohpun mempunyai muka dua, di satu sisi meneriakkan slogan moral dan mencontohkan kehidupan yang religi namun disisi lain dia juga melakukan perbuatan melanggar norma-norma dan apabila ketahuan merasa tidak bersalah malah menjadikan dirinya orang teraniaya, seperti memberikan pembenaran dia hanya khilaf atau menjadi umpan dari sebuah konspirasi pihak lain (mencari kambing hitam untuk menutupi aib yang telah diperbuatnya).
Yang menarik dalam novel ini adalah tidak menyebutkan gereja atau masjid tetapi dengan pengungkapan kata tempat ibadah. Pengarang bermain metafora dalam penyajian ungkapan benda sehingga menimbulkan hal hal baru dalam menikmati suasana baca, kaya istilah seperti diungkapkan Medy Loekito seorang penyair yang menulis di pembuka novel ini, bahwa membaca Lanang serasa membaca puisi panjang.
Kemudian juga dibahas munculnya tokoh dukun hewan. Tokoh ini dimunculkan berimbang dengan munculnya para ahli yang mewakili dunia ilmiah. Namun dalam perjalanannya dunia ilmiah dikalahkan dengan tokoh dari dunia klenik, dunia dukun.
Pengarang sepertinya menyindir juga, bahwa keseharian kehidupan di masyarakat banyak yang sudah makan bangku sekolahan sampai tinggi di mana pikiran rasionalnya lebih bicara, kadang dalam urusan rejeki, jodoh bahkan sampai kenaikan pangkat, jabatan masih lari pada dukun, pada urusan dunia klenik, yang sebenarnya bertolak belakang dengan akal sehat manusia.

CINTA DAN DENDAM
Intrik yang dibangun pada cerita yang membuat menjadi pemenang harapan kedua Sayembara Novel DKJ 2006 ini juga kekuatan dalam penyajikan tentang cinta dan dendam.
Orang bilang antara cinta dan dendam terpisah oleh dinding yang sangat tipis bahkan mungkin bisa menyatu dalam dua kata itu sendiri.
Lanang yang pada awalnya menjalin percintaan dengan Dewi yang berlainan keyakinan tetapi dalam perjalanannya akhirnya memilih menikah dengan Putri yang sama-sama satu agama.
Namun cinta pada Dewi tidak serta merta menjadi padam, tetap ada dan semakin membara kala waktu mempertemukan mereka kembali, bahkan Lanang bisa begitu mudah melupakan Putri istri sahnya yang telah dipilihnya untuk mendampingi hidupnya.
Begitu juga dengan Dewi, rupanya menyimpan rasa cinta terhadap Lanang yang tidak begitu saja gampang ditundukkan dan merasa dikhianati dengan menikahi teman sekelasnya waktu kuliah. Walau pada akhirnya mereka berdua membuat konspirasi untuk menundukkan Lanang yang pada akhirnya tetap tidak dapat ditundukkan.
Yang aneh adalah bagaimana Putri bisa begitu gampang mencintai Lanang tetapi kemudian mengkhianatinya dengan berselingkuh dengan dukun Rajikun, yang pada akhirnya juga disesalinya. Dan mereka berdua bisa bersama-sama membagi perasaan cinta pada Lanang tanpa cemburu di satu pihak dan malah rasa cinta yang dimiliki mereka berdua itu menimbulkan kebencian terutama Dewi dengan ingin melenyapkan sifat Lanang sebagai manusia diganti dengan rekayasa genetika hewan babi dan burung yang dipersiapkan dalam operasi dan kemudian berhasil menjadikan Lanang menjadi makhluk baru hasil ciptaan rasa cinta Dewi yang telah berkembang menjadi dendam yang membara.

EGO MANUSIA, SIFAT MASKULIN & FEMININ
Kelemahan pada diri Lanang yang digambarkan sangat macho dengan dada bidang, cerdas, tinggi besar, tidak dapat dipungkiri. Bahwa dia telah dikalahkan oleh ego pribadinya sendiri, banyaknya keinginan yang tidak terwujud dalam kehidupannya, cintanya yang hilang dengan dua wanita yang sudah didapatkannya tetapi kemudian dua-duanya pergi meninggalkannya, dan pada akhirnya bersama-sama menguasainya tanpa dia bisa berkutik melawannya.
Sifat feminin dalam diri seorang Lanang yang fisiknya lelaki lebih menonjol berseberangan dengan sifat Dewi yang ternyata lebih maskulin dibandingkan fisiknya yang perempuan sejati, demikian juga dengan Putri yang berpenampilan lebih lembut daripada Dewi, ternyata juga menyimpan sifat maskulin yang dominan dengan begitu mudah mau diajak oleh Dewi menundukkan Lanang dengan operasi rekayasanya.
Pembunuhan sebagian dari gen penentu kehidupan mahluk hidup tersebut dengan ringan dan bengis telah dilakukan dua orang perempuan dengan ego dan maskulinnya terhadap diri kekasih yang dicintainya sekaligus dibencinya.

CATATAN AKHIR
Novel ini di awalnya ditulis dengan penggambaran cukup rumit, namun kemudian mengalir cair semakin dalam, dengan penjelasan satu persatu runtutan kejadian, ditambah dengan imajinasi pengarang mengingatkan penulis pada novel Abdulah Harahap yang suka menulis tema mistik dengan hewan jadi-jadian, tetapi yang membedakan bahwa Yonathan Rahardjo berhasil menceritakan bahwa itu bukan hewan jadi-jadian tetapi adalah benar hasil rekayasa genetika dengan tidak lupa menyisipkan istilah ilmiah menjadikan tema yang diambil dapat menarik dan menjadikan satu pilihan dari banyak pilihan tema novel pada umumnya, dibumbui dengan kisah cinta dan intrik serta kepentingan di dalamnya dan dibiarkan menggantung pada akhir cerita, membuat novel ini bisa menjadikan pilihan menarik pembaca untuk menikmatinya.
Dengan cover menarik, dan font yang tidak melelahkan mata, ditambah garis cetakan di atas dan bawah setiap halaman, menjadikan nilai tambah novel ini, walaupun penyajian beberapa catatan dari juri dan kolega pengarang cukup menyita halaman dan sempat mengganggu pemandangan.

selesai