Monday, June 18, 2007

waktu acaranya mas Fajroel , dongeng untuk popy

lelah, berdiri lunglai, lapar, haus, mengantuk, tapi harus pulang malam ini
ku ketuk pintu taxi, melaju 100 km dalam hening malam, cepat melesat agar sampai di sarang
sapaan lembut sopir , sedikit senda gurau dan cerita tentang seribu nasib kemarau di kantongnya mencari kaisan rejeki
mata merem, terbang ke awan jauh, sampai kemudian terjaga di alam bawah sadar
aku tidur dan bermimpi berlari ke afrika, menjelajahi amsterdam, berlin, tokyo, pnom penh, manila, leiden. den haag, terjerabab di takuban prahu, bandung, bogor, jakarta

tak ada kata yg layak aq lukiskan kecuali, wow!
sejak awal ketika membuka buku dongeng untuk poppy, yang pertama terlintas adalah gaya penulisan.
gaya penulisan dan kata-kata Mas Fajroel bikin jantung bersiul sejenak, ini dia, penulisan yg tidak lazim pada puisi bebas negri ini dan terus terang ada sebagian puisiku kutulis memakai gaya itu.
pada waktu aq bicara kemarin dng Mas Fajroel, "Wah , mas gaya pian ampir sama ma ulun nih "
cuman kalah cetak duluan.

beliau cerita kalau puisinya non liris, ini sempat membuat bingung Mas Sujiwo Tejo ketika membacanya, dengan alunan suara putrinya beliau seperti menangkap nada ini liris apa non liris?. bingung juga akhirnya.
suasana malam itu betul-betul hidup, ini baru puisi, ini puisi baru, dibacakan oleh mereka yg bener-2 menghayati pembacaan puisi, maka membuat apa yang ditulis Mas Fajroel malam itu menjadi hidup dan sampai di kuping terasa indah didengar.

Pengenalan buku sastra apa itu puisi atau prosa, rasanya akan lebih hidup kalau sebagian dihadiri tokoh penyair atau sastrawan itu sendiri (ini menurutku). Karena terus terang saja akan terasa hidup.
Coba perhatikan, ketika Wanda Hamidah membaca dengan cara Mas Imam Soleh membaca akan lain. Intonasi, gaya, pakai menghentak-hentakkan kaki, bersiul dan bertepuk tangan seakan-akan, kita dibuat masuk dalam kata-kata yang ditulis Mas Fajroel bener-bener hidup oleh gaya mas Imam. Apalagi kemudian salah satu puisinya dinyanyikan oleh Mas Mukti yg berjudul "Mengiris Roti dunia"

Jadi disini ukuran selebrities tidak menjamin puisi bisa dibawakan dengan bener-bener hidup kecuali seleb itu orang teater juga dan bisa menjiwai seperti Mas Imam dan Mas Tejo..

saat pulang di rumah, aq membayangkan bagaimana nanti Oktober kata Mas Fajroel puisinya akan dibacakan secara teatrical di zone zero denpasar bali (Pada peringatan Bom Bali). Pasti Mas Tejo lebih lebih hidup lagi membawakannya (jadi kepengen kesana)

walau malam itu aq pulang jam 12 malam tapi hatiku puas banget bisa bincang-2 sejenak dengan Mas Fajroel, foto-2 ama Uda Akmal, kenalan sama Mbak Etty (aih mbak Aura cakep banget, kita besanan yuukkkkk !!_), sama Sekar, sama Mbak Indah Indosiar, Mas Baihaqi, ketemu Mas Hermawan (aku sudah sore nyampe di mp book, jadi gak sempat ngikutin acaran mas Her, tapi masih sempat uluk salam sama Mas Her), ketemu Mang Jamal yg bener-2 hampir ganteng, waduh kok aq ga dibagi bukunya? dan sma Mbak Ita (kapan neh kita ke Bandung nemuin teh Senny)

pada hari itu bersamaan juga Jokpin meluncurkan puisinya, aq sempat nyeletuk sama Mas Fajroel, Uda Akmal kalau puisi Jokpin ma biasa saja (maklum kebiasaan baca yg jauh lebih cuman mereka ga mau menerbitkan), pas saat bilang gitu juga malam sama Mas Kef sama Mbak Endah, eh Mas Kef bilang "Tuh Ada penggemar Jokpin" sambil nunjuk Mbak Endah. Biar saja ada penggemar, wong aq gak suka heheheheheheh.
Bukan gak suka, cuman aq melihatnya kata-kata dia itu masih umum, stylenya masih seperti GM, Sapardi, dll.
Nah, kalau kata-2 Mas Fajroel ini, stylenya dia udah buat yg khusus.
Jadi aliran puisi bebas tapi Gothiq gitu lho! Duh, Mas Fajroel bukan non liris, tapi lebih bergaya Gothiq mas (beliau sempat cerita kalau agak sulit juga mencari gaya tulisan yg dipakai Nazi, ternyata katanya tulisan Nazi itu pakai tangan emang rada-2 mirip Gothiq gini, namun ya tulisan Nazi ga ketemu ini juga bagus kok)

Aq lebih condong gaya puisi Mas Fajroel merupakan era pembaharuan dari puisi bebas sekarang. Liris Gothiq kali ya enaknya...

yang pasti puisimu hadir menjadikan pilihan lain dari gaya kata dan penulisan, tidak bercermin pada patrun puisi bebas selama ini. Bener-bener Lari ke Afrika !

sesuai janjiku malam itu pada Mbak Ita dan Aunti Endah, aq sertakan puisi aq yg seperti Mas Fajroel.

.......................

jakarta - berlin

telepon berhenti sejenak, berpikir, melamun, tegang, bisu, gemetar, kertas, ballpoint, pinsil, tersungkur sejenak disisi meja, ambil hp dan baca sms

;"bunda amy yang baik, aku tidak dapat menjumpaimu besok pagi, karena sorenya harus segera berangkat ke berlin, mendadak !"

lemas, putus asa, teh poci telah habis kering tenggorokan, mau berlari dalam lorong tapi sepi mencekam, tak mampu berdiri apalagi pergi
besok, lusa, minggu , depan, kapan lagi, tahunan, berapa detik jam dan hari lagi aku akan jumpa kamu?
lelaki di perempatan jalan, berjanji dalam empat tahun kembali dari negeri empat musim jauh dalam bilangan bulan empat

:menghantar rindu, jakarta - berlin dalam rajutan, mimpi, pelukan hangat, salju, gugur daun, semi dan panas bikini dan belepotan bibir sensual menghias sampul hari sepi, melayang autobahn "ich braunche dich"

jakarta, 10 april 2000 13.00 wib

..........................................................

gimana Mbk Ita, Aunti Endah, kan hampir mirip toh, cuma aq gak cetak saja.....hehehehehe
makanya membaca tulisan Mas Fajroel tentang Berlin, jadi inga inga inga think !!!!!

okey, aq pikir cukup kali ya Aunti Endah tambahan laporannya, maklum ini membuatnya sambil nyuri,nyuri, biasa monday monday !

ya, lebih enak hari Sabtu ya Aunti, dan lebih hidup lagi kalau tokoh2 seleb sastrawan/penyair juga hadir

salam sastra,
ilenk

28 mei 2007

No comments: