Wednesday, June 20, 2007

komentarku terhadap puisi Jokpin

Hemmmm, aq memang bukan penyair apalagi sastrawan, tapi aq sangat menikmati syair...puisi...prosa...novel..dan kawan-2nya

di kumpulan puisinya Jokpin kali ini, aq kecewa berat.....protes!...cuman mau protes ke mas jokpin ga tau kemana? trus kira-2 dianggap gak ?
terus terang cuman satu puisi yang bisa aq nikmati dengan sepenuh hati..."kepada cium..."
selebihnya biasa saja...ga tau apa aq kekurangan rasa dlm menikmati puisi-2 dia akhir2 ini dibandingkan dengan karya dia terdahulu ? wallahualam bisawab, atau mungkin aq telah lelah dijejali puisi-2 nuansa laen dari beberapa penyair laen yg juga telah membukukan hasil karyanya...sebagian hatiku mungkin telah direngut oleh mereka...sehingga buat Jokpin tinggal sisanya....atau.....

ini murni pendapat orang awam seperti aq yang penikmati rasa syair sejati...(niru iklan kopi...)

kalau ketemu Mas Jokpin sampaikan salamku ya Mas Anwar...

-ilenk-

kamis. 21.06.2007 pagi mulai kerja

----- Original Message -----
From: Anwar Holid
To: pasarbuku@yahoogroups.com
Cc: pegiatpendulum@yahoogroups.com
Sent: Thursday, June 21, 2007 12:46 AM
Subject: [KlubSastraBentang] [Selisik] SIHIR PEMULUNG KATA
Republika, [Selisik], Minggu 17 Juni 2007SIHIR PEMULUNG KATA------------------->> Anwar HolidKepada Cium (Kumpulan Puisi)Penulis: Joko PinurboPenerbit: Gramedia Pustaka Utama (GPU), 2007Tebal: 44 hlm; 13.5x20 cmHarga: Rp20.000,-ISBN: 979-22-2716-4Nyaris semua kritik menyatakan salah satu puncak puisi Indonesia era 2000-an ada di pundak JokoPinurbo (Jokpin). Bahkan blurb buku puisi ini dengan bersemangat menyatakan: masa depan puisiIndonesia terletak pada tangannya. Bukti pengakuan itu tentu sejumlah prestasi: memenangiKhatulistiwa Literary Award berkat Kekasihku (2004); buku-bukunya laris, padahal hampir semuapenerbit pikir panjang bila hendak menerbitkan buku puisi saking trauma betapa sulit menjual bukupuisi. Menurut seorang editor GPU, Kepada Cium terjual 800 kopi dalam tiga minggu pertama masuk ketoko pada awal April 2007. Pencapaian itu sulit disamai penyair lain. Kepada Cium, kumpulan puisi kedelapan dia, amat lain dari segi materi dibandingkan buku diasebelumnya. Beda paling signifikan yaitu hilangnya tradisi tambahan esai terhadap puisi dalamedisi tersebut, termasuk tak ada endorsement sastrawan lain maupun pujian dari kritik terkemuka.Keputusan penulis dan penerbit ini bisa jadi semacam keyakinan makin besar bahwa Jokpin beranimenyerahkan puisi kepada pembaca tanpa harus ditemani pendapat kritik maupun disuguhi komentaryang biasanya cenderung dingin, serius, dan bahkan sampai tahap tertentu membatasi kebebasanpembaca yang ingin menikmati puisi seenak-enaknya.Buku ini sangat tipis, hanya terdiri dari 33 puisi, puisinya pun relatif pendek semua. Kesan tipisini disiasati dengan menambah sejumlah drawing karya Mirna Yulistianti, editor buku tersebut.Hasilnya, buku tampil tambah manis. Karena tipis, Kepada Cium bisa selesai dalam sekali baca,mungkin hanya butuh waktu kurang dari satu jam untuk menamatkan. Tapi, juga justru karena tipis,pembaca akan mudah sekali terpikat oleh puisi-puisi itu, akibatnya mereka akan mengulang-ulangmembaca. Jokpin tak menerangkan kenapa memutuskan hanya memuat 33 puisi, padahal dalam periode2005-2006 dia produktif dan karyanya terus bermunculan di media massa. Barangkali dia inginmemastikan pilihan tersebut bakal menyihir publik, sesuai ucapannya: 'Puisi yang baik adalah yangbisa menyihir.'Setelah bolak-balik membaca Kepada Cium, yang paling terasa ialah Jokpin mengurangi kadarmain-main yang mencapai puncaknya dalam Telepon Genggam (2003). Dia mengembara, memain-mainkanimajinasi dan logika, namun semua disampaikan hati-hati, lebih tenang, dan bilapun lucu, efeknyahanya menimbulkan senyum simpul, atau nyengir getir saking sangat menyindir. Di buku ini dia jelasberusaha mengekang hasrat mengembangkan puisi jadi flash fiction agar betul-betul tetap merupakanpuisi asli. Dari sana kita bisa yakin atas komentar Dr. Okke Kusuma Sumantri Zaimar bahwa keahlianJoko Pinurbo mengemukakan pisau bermata dua bukan bualan untuk meyakin-yakinkan publik maupun demimenyenang-nyenangkan penyair. TAHUN 2005 - 2006 merupakan periode perih bagi Indonesia; pada awal 2005 terjadi tsunami di Acehdan Sumatera Utara, kemudian menyusul berbagai bencana alam, banjir bandang, kebocoran lumpurpanas Lapindo, termasuk gempa di Jogjakarta, yang sempat merusakkan rumah Jokpin dan meruntuhkanrumah dua adiknya. Adakah peristiwa dalam periode itu tertatah di buku ini? Dia menulis puisitentang tsunami dan gempa, juga terpukul oleh kejadian fatal yang menimpa anak-anak karena kalaholeh kemiskinan. Wajar bila beberapa puisi bernuansa sedih, sekaligus religius dan peka sosial.Yang terbaik melampiaskan perasaannya terhadap keperihan antara lain 'Kepada Uang', 'Harga DuitTurun Lagi', dan 'Sehabis Sembahyang.' Menilik subjek yang muncul, Jokpin justru banyak mengulang atau makin mengulik tema yang dulu diaperkenalkan dalam Telepon Genggam. Kepada Cium banyak menggunakan citra telepon genggam, kesulitankomunikasi, kondisi sosial, dan tentu saja terus mencari sisi baru citra lama yang membuat penyairini legendaris: celana, celana dalam, kasih sayang, kenangan masa kecil, perihal tubuh danbenda-benda rumah. Sisanya macam-macam: menafakuri waktu, harapan, absurditas menghadapi kenyataanhidup, mengejek kepura-puraan, dan eksplorasi terhadap puisi dan bahasa itu sendiri. Dengan begituKepada Cium menghasilkan dua jenis puisi: yang langsung bisa dinikmati, bermakna jelas,menyinggung perasaan---jenis mata pisau pertama, karena langsung mengarah, menusuk ego manusiayang profan, ragawi, senantiasa kurang puas dan sulit sekali bersyukur. Lainnya kabur, unik,mengedepankan naluri, menarik-narik pembaca ke batas samar antara makna tersirat danharfiah---jenis mata pisau kedua, yang mengarah lebih pada permainan tafsir dan berbagaikemungkinan.Membahas 'pisau bermata dua', bisa diperdebatkan apakah itu suatu keunggulan atau justru merupakantanda ambiguitas dan ciri kelemahan? Bila merujuk pada Saini KM dalam Puisi dan BeberapaMasalahnya, ambiguitas di antaranya disebabkan oleh kegagalan penyair dalam menemukan lambang yangtepat untuk pikiran dan perasaannya, atau penyair sendiri ragu-ragu serta belum memutuskan apasebenarnya yang menjadi pokok renungannya, sikap dan perasaan apa yang dialami dalam hubungannyadengan pokok tersebut (hal. 213). Puisi sangat pendek Jokpin sangat potensial menghadirkanambiguitas, misalnya 'Ranjang Kecil', 'Magrib', 'Seperti Apa Terbebas dari Dendam Derita';barangkali disebabkan ketersediaan ruang penafsiran dari teks itu pun sangat sempit. Pembaca awampasti kesulitan menentukan maksud persis sang penyair sebenarnya apa. Ambiguitas sering sengajadisisakan penyair agar melahirkan polemik, macam-macam tafsir, bahkan mistifikasi.Kepada Cium tampaknya merupakan kado tanda ulang tahun ke-44 Jokpin. Dalam bingkisan itu diamemasukkan banyak isi, dari yang universal, menyangkut perhatian semua insan hingga ke detil batinindividu, yang intim, hanya bisa diresapi khusyuk sendirian.[]* Anwar Holid, editor & penulis lepas.Kontak: Jalan Kapten Abdul Hamid, Panorama II No. 26 B Bandung 40141 Telepon: (022) 2037348 HP: 08156-140621 Email: wartax@yahoo.comNever underestimate people. They do desire the cut of truth. Jangan meremehkan orang. Mereka sungguh ingin kebenaran sejati.© Natalie Goldberg----------------------------------------------------------Esai, resensi, artikel, dan lebih banyak tulisan. Kunjungi dan dukung blog sederhana ini:http://halamanganjil.blogspot.com

No comments: