Sunday, July 15, 2007

sms, sastra maszhab selangkangan

menerima email dari agung bayu nusantara pada hari senin 16 juli 2007 yang membahas SMS ini sangat menarik. aq baru saja membaca kumcernya Lan Fang "Kota Tanpa Kelamin", disitu terus terang agak jengah membacanya, begitu nyata pengarang menelanjangi kata-kata yang tadinya sangat tabu diucapkan apalagi ini dicetak dan diedarkan di umum, yang kemungkinan dibaca aanak-anak remaja.
baru saja akan meberikan komentar , eh datang email mas agung ini membahas soal SMS.
ya, aq merasakan justru pengarang wanita/perempuan yang begitu berani mengupas soal ini dibandingkan pria. mungkin kalau pria sepintas agak lumrah gitu, melihat latar belakang pria, tetapi ini justru ditulis oleh wanita yang sebenarnya atribut kewanitaannya lebih kental dibanding pria. apakah ini dalam rangka emansipasi atau suatu pemberontakan dalam penulisan ? aq sepertinya harus bertanya lebih dalam pada mereka dengan jawaban sejujurnya.
terlepas dari alasan apapun juga, rasanya dari segi etika dan penulisan sastra yang dikenal dengan pengungkapan yang halus, kok kelihatan kasar dan vulgar. dalam buku dan dalam pengungkapan verbal, mungkin akan beda. dalam buku yang diterbitkan dan kemungkinan dibaca oleh orang banyak, maka pengaruhnya akan lebih luas dibandingkan mungkinpengarang-2 wanita tersebut berbicara di forum yg pesertanya terbatas.
apakah dalam hal ini ada pemberontakan terhadap perilaku lelaki yang lebih kejam di realita kehidupan dalam memberlakukan perempuan sehingga menyebabkan perempuan-perempuan itu dengan berani mengungkapkan tulisan-2 vulgar dan kesan kasar kepada khalayak ramai ? atau kebiasaan kaum lelaki pada umumnya yang berpura santun didepan umum, tetapi lebih keji perbuatan sehingga tanpa bisa terucap dengan kata-2, sehingga kaum pengarang perempuan berani ber SMS? rasanya masih harus berinterview lebih dalam dengan mereka, mengapa hal itu dilakukan?
salah satu tugas pengarang adalah menyampaikan aspirasi yang berkembang dalam masyarakat disekitarnya dengan cara penyampaian dengan menulis sebisa dia tulis dengan bahasa yang dia bisa kuasai untuk menyampaikan apa yang aneh dan terjadi. melihat mendengar, mencium mencermati dan kemudian riset sampai akhirnya menuangkan dalam tulisan tentunya bermacam cara dia gunakan. dengan bahasa sederhana, ataukah bahasa langit (bahasa sastra tingkat tinggi) atau bahasa vulgar dan kasar (karena dinyakini ini bahasa yang mungkin tepat apabila keadaan memang sudah genting)

aq masih harus bertanya terus dengan mereka, yang kulihat adalah fenomena SMS hanya pada beberapa pengarang wanita saja, masih banyak pengarang wanita yang menulis dengan bahasa jati diri mereka sebagai wanita yang lain.

aq tidak berusaha membela mereka, cuma sekeliling ini berpacu dengan tulisan, kita melarang tulisan vulgar, tetapi internet tayangan tv dan mediasi lain berlomba merebut hati jutaan pemirsa anak dan remaja. apa yang bisa dilakukan ? kembali pada kita sendiri untuk membentengi memilah kemunduran zaman ini dengan mengkotak-2 bacaan mana yg baik dan yang buruk

aq pikir begitu enaknya, soalnya kalau dilarang bukunya beredar, tetapi tontonan, internet, dll masuk terus ya percuma.

jakarta 12.30 wib

No comments: